Mitratel (MTEL) - Airbus Bikin BTS Terbang, Babak Baru Bisnis Menara

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 2 Agustus 2024 | 07:00 WIB
Ilustrasi dan perincian Haps Zephyr Aalto milik Airbus/Aalto
Ilustrasi dan perincian Haps Zephyr Aalto milik Airbus/Aalto
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Persaingan menara telekomunikasi memasuki babak baru saat PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel dan AALTO HAPS Ltd. (AALTO), produsen dan operator High Altitude Platform Station (HAPS) bertenaga surya Zephyr, menjalin nota kesepahaman untuk menjajaki penyediaan solusi HAPS komersial di Indonesia. 

Zephyr yang merupakan Flyng Tower System (FTS) atau biasa disebut BTS Terbang, menyediakan layanan konektivitas seluler, termasuk 5G, langsung ke perangkat. Pesawat nirawak ini mampu terbang di ketinggian 18-20 kilometer, yang kemudian memberikan layanan internet dengan latensi lebih rendah. 

Dalam laman resminya, Aalto mengeklaim latensi Zephyr 5-10 milidetik jauh lebih rendah dibandingkan dengan Starlink yang berkisar 50 milidetik ke atas. 

Aalto juga menyebut Haps dapat menjadi solusi konektivitas 4G dan 5G di lokasi- lokasi yang sulit dijangkau, khususnya di daerah terpencil. 

Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko mengatakan kerja sama ini merupakan upaya perusahaan dalam mendukung rencana pemerintah Indonesia untuk memberikan akses yang merata terhadap telekomunikasi berkualitas bagi seluruh masyarakat.

Akses internet dapat meningkatkan kualitas hidup sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.

“Kami merintis berbagai inisiatif dan mengadopsi teknologi baru yang memungkinkan Mitratel untuk memperluas jaringannya secara efektif, dengan mengembangkan jalur industri dan komersial untuk HAPS dan Flying Tower System (FTS) di Indonesia,” kata lelaki yang akrab disapa Teddy, dikutip Kamis (1/8/2024). 

Haps Aalto terbang di udara/ Aalto
Haps Aalto terbang di udara/ Aalto

Teddy meyakini bahwa kolaborasi dengan AALTO akan memperluas infrastruktur yang ada untuk meningkatkan akses terhadap konektivitas yang terjangkau dan efektif di seluruh wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). 

Chief Executive Officer AALTO Samer Halawi mengatakan Zephyr berada di ujung tombak teknologi berkelanjutan, dengan kemampuan konektivitas dan pengamatan yang dapat membantu menjembatani kesenjangan digital di Indonesia. 

Anak usaha Airbus itu menilai terdapat peluang bagi jaringan non-terestrial seperti HAPS untuk terlibat dalam ekosistem telekomunikasi di Indonesia, dengan meningkatkan infrastruktur yang sudah ada dari operator seluler dan perusahaan menara. 

“Mitratel terus menjadi pemimpin pasar yang inovatif, dengan menyadari potensi layanan yang dapat mengubah permainan dari stratosfer. Fokus kami saat ini adalah memperdalam kerja sama dengan Mitratel untuk membangun ekosistem HAPS yang kohesif di Indonesia,” kata Halawi. 

Diketahui, Mitratel sebagai perusahaan infrastruktur telekomunikasi digital, saat ini memiliki lebih dari 38.000 menara dan lebih dari 37.000 KM fiber optic. Kerja sama dengan AALTO akan menghasilkan layanan baru yang dapat mengubah dunia dari stratosfer, yang akan mendukung transformasi konektivitas seluler dan observasi bumi.

Fungsi Haps

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan Non-Terestrial Network (NTN ) - termasuk satelit, HAPS, HIBS dan lain sebagainya - menjadi perhatian negara-negara global untuk konektivitas masa depan, karena diperkirakan mampu mengambil perang pelengkap terhadap BTS terestrial. 

Pada era 5G-Advanced dan 6G, perhatian terhadap NTN ini makin meningkat. 

“Apalagi seperti Indonesia, yang kondisi alamnya memang cukup menantang untuk mampu mencakup seluruh geografisnya,” kata Sigit. 

Dia melanjutkan jika dibandingkan satelit, maka HAPS ini ketinggianya antar 18-22 KM, sehingga dalam hal latensi tentunya jauh lebih rendah daripada satelit.

HAPS sendiri ada beberapa jenis, ada yang dengan baloon, dengan aircraft, dan lain-lain.  HAPS dinilai potensial untuk coverage area greenfield dan untuk benda yang terhubung dengan internet (Internet of Things/IoT). 

“Kemudian untuk komunikasi saat darurat dan bencana, private network, backhaul bagi terestrial, dan lain-lain,” kata Sigit. 

Namun, sambungnya, teknologi ini juga memiliki tantangan yaitu terkait daya listrik dan metode agar dapat menjaga di ketinggian yang ditetapkan. 

Halaman:
  1. 1
  2. 2
Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper