Respons Kemenkominfo soal Frekuensi Hips FTS Airbus-MTEL, Ganggu Sinyal Satria-1?

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 6 Agustus 2024 | 16:32 WIB
Satelit Satria saat diluncurkan dari Florida, Amerika Serikat/doc. istimewa
Satelit Satria saat diluncurkan dari Florida, Amerika Serikat/doc. istimewa
Bagikan

Bisnis.com, MANGGARAI BARAT - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) buka suara mengenai keamanan frekuensi teknologi Flying Tower System (FTS) atau yang mereka sebut Hips, yang disebut berpotensi mengganggu frekuensi pemain eksisting. 

Direktur Penataan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) Kemenkominfo Denny Setiawan menjelaskan bahwa Haps (High Altitude Platform Station) dan HIBS (HAPS as IMT Base Station) adalah dua hal serupa tetapi tak sama. 

HAPS digunakan untuk komunikasi titik ke titik untuk 2 lokasi stasiun radio yang sifatnya tetap. Sedangkan HIBS digunakan untuk menyediakan layanan langsung ke perangkat di sisi user, sehingga HIBS inilah yang lebih tepat jika diberikan istilah sebagai "BTS Terbang" atau FTS. 

Kedua teknologi menggunakan frekuensi dan sejauh ini belum ditemukan kendala atas frekuensi yang digunakan Hips atau FTS terhadap layanan eksisting seperti Satelit Multifungsi Satria-1

“Pita frekuensi radio yang digunakan oleh HIBS sama dengan pita frekuensi radio yang digunakan oleh BTS darat, sehingga tidak bertabrakan dengan pita frekuensi radio yang digunakan oleh SATRIA-1,” kata Denny kepada Bisnis, Selasa (6/8/2024). 

Untuk diketahui, dalam terminologi FTS Airbus, pesawat nirawak tidak mengangkut BTS ke langit karena beban angkut payload yang terbatas hanya 100 kilogram. Alhasil, antena BTS di darat nantinya akan diarahkan ke langit, tempat HIPS berputar.  

Denny menambahkan karena sifat dari HIBS adalah komplemen dari jaringan terrestrial milik operator seluler, maka pita frekuensi radionya telah diatur dalam sejumlah regulasi eksisting untuk keperluan penyelenggaraan jaringan bergerak seluler. 

Adapun terkait dengan model bisnis dan kerja sama di antara operator seluler dengan penyedia solusi teknologi HIBS, belum tersedia regulasi yang secara spesifik mengatur hal tersebut. Namun dari sisi regulasi untuk infrastructure sharing dan spectrum sharing, kata Denny, sejumlah ruang regulasi telah terbuka sejak berlakunya Peraturan Pemerintah no.46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran.

“Adapun untuk HAPS, memang ada irisannya dengan pita frekuensi radio SATRIA-1, tetapi hal tersebut telah diatur ketentuan penggunaan bersamanya (sharing) di dalam Radio Regulation,” kata Denny. 

Perbandingan ketinggian Haps, LEO, MEO, dan GEO
Perbandingan ketinggian Haps, LEO, MEO, dan GEO

Diketahui, World Radiocommunication Conference (WRC) 2023 memutuskan wahana dirgantara super atau High Altitude Platform Station (HAPS) dapat beroperasi di Indonesia dengan menggunakan empat frekuensi di pita 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan 2,6 GHz. Keempat regulasi tersebut telah memiliki ‘tuannya’ untuk saat ini.

Denny menjelaskan hasil sidang WRC-23 berupa Final Acts WRC-23 yang merupakan perubahan atas Radio Regulation, suatu perjanjian internasional yang mengatur penggunaan spektrum radio frekuensi dan orbit satelit geostasioner dan non-geostasioner secara global.

Dalam sidang WRC-23, telah diputuskan identifikasi 5 (lima) pita frekuensi radio yang dapat digunakan untuk implementasi teknologi HIBS. Lima pita frekuensi radio yang dapat digunakan oleh HIBS yaitu 700 MHz, 900 MHz, 1800 MHz, 2.1 GHz, dan 2.6 GHz. 

Khusus untuk pita 700 MHz dan 900 MHz, Indonesia mencatatkan namanya di dalam footnote (catatan kaki) sebagai negara yang mengidentifikasi kedua pita tersebut untuk mendukung implementasi HIBS. Tidak semua negara yang mengidentifikasi kedua pita frekuensi radio ini (700 MHz dan 900 MHz) untuk implementasi HIBS. 

“Adapun 3 pita frekuensi lainnya (1800 MHz, 2.1 GHz, dan 2.6 GHz) terharmonisasi secara regional di kawasan Asia Pasifik. Identifikasi kelima pita ini akan diadopsi dan dituangkan dalam Peraturan Menteri Kominfo tentang Alokasi Spektrum Frekuensi  Indonesia yang saat ini tengah disusun,” kata Denny. 

Dosen Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Ian Josef Matheus Edward mengatakan bahwa BTS terbang dapat menjadi alternatif dalam memberikan konektivitas di daerah yang sulit dijangkau atau daerah rural. 

Namun, untuk mengimplementasikan teknologi ini pemerintah dan Mitratel perlu melakukan uji coba terlebih dahulu dan memastikan bahwa frekuensi Haps tidak mengganggu pemain eksisting. 

“Frekuensi yang digunakan sudah diperoleh dan diujicobakan tanpa mengganggu yang ada,” kata Ian kepada Bisnis, Kamis (1/8/2024).

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper