Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha membeberkan dampak disinformasi di media sosial terhadap dunia usaha. Pembentukan Dewan Media Sosial (DMS) dianggap menjadi hal yang penting untuk menekan hal tersebut.
Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi dan Informatika, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Firlie H. Ganinduto mengatakan, disinformasi yang beredar di media sosial kerap memberikan dampak cukup serius terhadap dunia usaha.
Misalnya, dia mencotohkan, informasi terkait dengan suatu kebijakan pemerintah yang beredar di media sosial terkadang menimbulkan kesimpang-siuran. Musababnya, kata dia, dunia usaha selama ini cenderung bergantung pada informasi yang disampaikan oleh media-media mainstream. Di sisi lain, informasi yang beredar di media sosial juga sulit untuk dipastikan kebenarannya.
"Contoh yang paling nyata itu informasi terkait dengan aturan, kadang-kadang pemahaman terhadap aturan itu berbeda, sehingga suka diterjemahkan berbeda di media sosial," ujar Firlie saat ditemui di Menara Kadin, Selasa (25/6/2024).
Oleh karena itu, Firlie menyebut, pihaknya tengah berdiskusi dengan berbagai stakeholder untuk mengumpulkan ragam masukkan yang relevan bagi rencana pembentukan Dewan Media Sosial dan menyampaikannya kepada pemerintah. Etika konten, kata dia, menjadi krusial untuk mendapat perhatian bagi publik dan stakeholder lainnya.
"Proporsi konten yang layak dibaca dan bukan ingin dibaca, apakah Hal ini perlu diatur? kami rasa Dewan Media Sosial mengatur agar edukasi bisa terus berlangsung," jelasnya.
Selain itu, Firlie juga menyoroti masih adanya gap dalam ruang digital di Indonesia. Rencana pembentukan DMS diarahkan untuk menjembatani gap tersebut.
Namun, para stakeholder termasuk pelaku usaha masih mempertimbangkan bentuk kelambagaan Dewan Media Sosial nantinya akan seperti apa. Regulasi yang ideal, kata dia, perlu dibentuk untuk mewadahi wewenanga Dewan Media Sosial nantinya dalam menangani praktik disinformasi yang beredar di media sosial.
"Kami berharap nantinya Dewan Media Sosial bisa menjembatani gap itu, namun tetap menjaga kebebasan berpendapat. Indenpendensi DMS harus tetap terjaga," ucapnya.
Senada, Ketua Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, mengatakan bahwa disinformasi dan penyelewengan konten dalam media sosial berisiko terhadap kinerja usaha dan ekonomi masyarakat.
Teranyar, kasus maraknya judi online hingga penipuan yang memanfaatkan ruang media sosial, kata Eko, telah merugikan ekonomi di masyarakat.
"Karena kalau ekonomi masyarakat terganggu, dampaknya juga akan dirasakan terhadap iklim usaha di Indonesia," ucapnya.
Dia menekankan bahwa maraknya judi online yang beredar dalam platform media sosial sudah dalam taraf meresahkan dan menjadi suatu masalah serius yang harus diatasi. Namun, komitmen berkolaborasi dianggap menjadi hal yang urgen untuk dilakukan dalam membeberantas judi online maupun penipuan di ruang digital.
"Meskipun upaya untuk menanggulangi sudah ada, tapi belum cukup kolaboratiff dan komprehensif. Semua berjalan sendiri-sendiri," tuturnya.
Diberitakan Bisnis.com, Senin (10/6/2024), Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa keberadaan Dewan Media Sosial ini masih dalam tahap diskusi melalui kajian akademis UNESCO terkait antisipasi perkembangan sosial media di dunia. Untuk itu, Budi mengaku belum mengetahui kapan tepatnya Dewan Media Sosial ini dibentuk di Tanah Air.
Nantinya, ungkap Budi, struktur komposisi di tubuh Dewan Media Sosial terdiri atas tokoh agama, akademisi, masyarakat, dan semua unsur lainnya. Lebih lanjut, Budi mengungkapkan bahwa pembahasan pembentukan Dewan Media Sosial terjadi di seluruh dunia, seperti di Amerika Serikat (AS) dengan aspek yang disorot adalah terkait pelindungan anak.
“Kami terus kaji ini [Dewan Media Sosial] masih dalam perkembangan karena ini ide yang maju untuk menghadapi perkembangan ke depan apalagi dengan AI dari mulai safety, etik, semuanya kita jaga,” jelasnya.