Bisnis.com, JAKARTA — Hadirnya teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dinilai bisa berpengaruh untuk membuka peluang karier karyawan makin melonjak di masa depan.
Country Lead for LinkedIn Indonesia Rohit Kalsy mengatakan bahwa adopsi teknologi AI berperan penting dalam merekrut pekerja.
Berdasarkan laporan Work Trend Index 2024, Rohit mengungkapkan sebanyak 76% pemimpin di Indonesia lebih cenderung merekrut kandidat yang kurang berpengalaman dan memiliki keterampilan Al dibandingkan kandidat yang lebih berpengalaman tanpa keterampilan Al.
“69% pemimpin di Indonesia tidak akan mempekerjakan seseorang tanpa keterampilan Al,” kata Rohit di Kantor Microsoft Indonesia, Selasa (11/6/2024).
Dalam budaya kerja baru, Rohit menyebut banyak karyawan yang mengambil inisiatif untuk meningkatkan keterampilan di bidang AI. Terdapat peningkatan sebesar 142 kali dalam keanggotaan LinkedIn yang menambahkan keterampilan AI, seperti Copilot dan ChatGPT ke profil mereka.
Selain itu, juga terdapat peningkatan 160% dalam tenaga profesional non-teknis yang menggunakan kursus LinkedIn Learning untuk membangun kecakapan AI. Bahkan, penyebutan AI dalam unggahan peluang kerja di LinkedIn mendorong peningkatan lamaran kerja sebanyak 17%.
“Dampak AI sudah tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan yang memberdayakan karyawan dengan alat dan pelatihan AI akan menarik talenta terbaik, sementara profesional yang meningkatkan keterampilan mereka akan lebih unggul dibanding mereka yang masih belum melakukannya,” ujarnya.
Sementara itu, Go To Market Lead - AI at Work & AI in Cybersecurity (ASEAN) Microsoft Ricky Haryadi mengatakan bahwa karyawan tertarik untuk mengadopsi AI di tempat kerja.
Jika dibedah, sebanyak 92% knowledge workers di Indonesia sudah menggunakan AI di tempat kerja. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan angka global yang hanya 75% dan Asia Pasifik sebesar 83%.
Kemudian, sekitar 92% pemimpin di Indonesia percaya akan pentingnya adopsi AI untuk menjaga keunggulan kompetitif perusahaan, atau lebih tinggi dibandingkan angka global sebesar 79% dan Asia Pasifik sebanyak 84%.
Meski demikian, laporan tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 48% orang merasa khawatir kepemimpinan di organisasinya masih belum memiliki visi dan rencana untuk menerapkan AI dalam perusahaan, atau lebih rendah dibandingkan angka global sebesar 60% dan Asia Pasifik sebesar 61%.
“Oleh karena itu, 76% karyawan di Indonesia berinisiatif untuk membawa perangkat atau solusi AI mereka sendiri ke tempat kerja,” imbuhnya.
Meski demikian, tren ini dinilai berpotensi mengurangi manfaat yang bisa diraih ketika AI digunakan secara strategis dalam skala besar, serta membawa risiko tertentu terhadap data perusahaan.
Selain itu, keberadaan teknologi AI juga memunculkan fenomena AI Power Users. Laporan tersebut menunjukkan, AI sudah menjadi bagian dari rutinitas kerja power users, yakni sebanyak 93% power users di Indonesia menggunakan AI untuk memulai hari kerja mereka.
Adapun sebanyak 73% power users di Indonesia juga cenderung lebih tertarik untuk bereksperimen dengan AI. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan global yang hanya 68% dan Asia Pasifik sebesar 51%.