Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) menanggapi turunnya harga perangkat keras Starlink seusai masa promosi layanan tersebut berakhir pada Senin (10/6/2024).
Perlu diketahui, SpaceX kembali menurunkan harga perangkat keras Starlink menjadi Rp5,9 juta, pasca promo senilai Rp4,68 juta yang berakhir pada Senin (10/6/2024). Mulanya, harga perangkat keras Starlink dibanderol senilai Rp7,8 juta, tanpa promo diskon. Penurunan harga tanpa batas waktu.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif menilai, jika penurunan harga perangkat Starlink merupakan strategi dalam mencari pasar merupakan hal yang wajar.
“Kalau memang sifatnya hanya promo saya pikir nggak ada isu, ya. Sama aja mungkin seperti produk lain yang melakukan promo saat launching atau saat hari-haru tertentu,” kata Arif kepada Bisnis, Selasa (11/6/2024).
Dihubungi terpisah, Sekretaris Umum APJII Zulfadly Syam menuturkan bahwa asosiasi akan terus mengawasi PT Starlink Services Indonesia jika terindikasi ke arah predatory pricing.
“Asosiasi tentu akan mencoba mengawasi indikasi-indikasi yang mengarah kepada predatory pricing, terutama dari harga bulanannya seperti apa,” ujar Zulfadly kepada Bisnis.
Sebab, ungkap Zulfadly, banyak penyedia layanan internet atau Internet Service Provider (ISP) menggunakan harga promosi untuk menarik segmen pasar dan merupakan hal yang wajar.
Beda halnya jika harga promosi yang ditawarkan suatu penyedia internet dilakukan tanpa batas waktu, hal ini menandakan adanya predatory pricing dan akan mengganggu ekosistem industri telekomunikasi.
Sebagai perbandingan, tambah Zulfadly, penyedia internet broadband yang menggunakan fiber optik juga biasanya melakukan instalasi gratis atau gratis perangkat jika berlangganan satu tahun. “Jadi menurut kami ini belum menjadi predatory pricing yang dilakukan oleh Starlink,” ujarnya.
Meski demikian, Zulfadly tak menampik Starlink berpotensi menjadi predator. Namun, dia menjelaskan bahwa ciri-ciri menjadi predator akan dilihat dalam beberapa bulan ke depan.
“[Starlink] berpotensi menjadi predator, iya, tetapi dalam konteks saat ini kami masih melihat ini bagian ari sebuah branding dan marketing. Belum bisa dikatakan predator saat ini,” terangnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi meminta agar pemerintah terus memantau gerak-gerik Starlink.
“Ini makanya yang saya katakan [Starlink] dipantau, dipantau. Jangan terlalu prematur mengatakan tidak ada predatory pricing [terhadap Starlink],” kata Heru kepada Bisnis.
Bukan tanpa sebab, hal ini mengingat pasar Indonesia cenderung memperhatikan harga produk. Alhasil, strategi penetapan harga yang tepat sangat penting dalam memasarkan produk di Indonesia.
Artinya, kata Heru, jika ada dua atau tiga produk, maka masyarakat akan memilih produk yang paling murah. Sehingga, bagi pemain yang baru masuk pasar Indonesia, mau tidak mau akan menawarkan tarif yang murah.
“Kalau tidak, tidak ada yang mau pindah dari layanan yang selama ini sudah dilanggani kecuali ada tawaran tarif lebih murah dan kecepatan lebih tinggi,” tuturnya.