Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat telekomunikasi kompak menyatakan layanan Starlink milik Elon Musk tidak bisa menggantikan keberadaan menara telekomunikasi Base Transceiver Station (BTS) di Indonesia. Sebab, kedua teknologi ini memiliki karakter yang berbeda satu sama lain.
Jawaban itu menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut menara telekomunikasi BTS tidak diperlukan lagi, seiring dengan masuknya Starlink ke Indonesia yang dapat membuat masyarakat bisa memperoleh akses layanan internet, pendidikan, hingga kesehatan yang lebih baik.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menjelaskan bahwa keberadaan BTS akan tetap diperlukan selama teknologi seluler digunakan.
“Nggak bisa lah [BTS digantikan Starlink], bahkan memang harus dipertahankan seperti ketika satelit tetap dipertahankan ketika seluler booming,” kata Heru kepada Bisnis, Rabu (5/6/2024).
Heru menuturkan bahwa wilayah seperti tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) atau remote, serta offshore ada kemungkinan bisa digantikan oleh layanan Starlink. Namun, sambung dia, teknologi 4G dan 5G berkompetisi secara head-to-head dengan layanan Starlink di perkotaan.
Alhasil, tidak mungkin semua teknologi digantikan oleh Starlink. “Hanya kompetisi yang tidak sehat dan perlakuan yang tidak equal yang akan mematikan seluler,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Ketua Umum Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) Tesar Sandikapura juga sepakat bahwa Starlink tidak bisa menggantikan menara BTS.
“Menurut saya itu nggak bisa [Starlink menggantikan BTS], karena satelit itu beda karakternya dengan yang di darat teristerial. Jadi itu dua teknologi yang berbeda dan nggak bisa saling menggantikan,” kata Tesar saat dihubungi Bisnis.
Tesar menjelaskan bahwa karakter dan kebutuhan satelit orbit bumi rendah atau Low Earth Orbit (LEO) bukan untuk terestrial. Satelit ini, seperti Starlink, hanya bisa menggantikan atau sebagai alternatif ketika terestrial tidak mampu dijangkau oleh kabel fiber optik.
“Tetapi ketika kabel itu tersedia, maka satelit itu tidak dibutuhkan karena jauh lebih stabil kalau misalkan kita menggunakan BTS. Teknologinya jauh banget, stabilitasnya beda, LEO itu nggak stabil sebenarnya,” terangnya.
Terlebih, Tesar menambahkan bahwa umur satelit LEO jauh lebih pendek. Bahkan, bisa rusak di rentang 3–5 tahun jika mengalami masalah. Begitu pun dari sisi kapasitas spektrum LEO yang berbeda jauh dengan BTS.
“Bisa dibayangkan kalau misalkan LEO tiba-tiba banyak yang rusak seketika layanan telekomunikasi bisa terhenti. Belum soal badai matahari dan cuaca. Beda dengan BTS, BTS nggak masalah dengan hal itu,” jelasnya.
Tesar memproyeksi jumlah menara BTS akan tetap tumbuh dan dibangun ke depan. “Harus, enggak boleh enggak, harus tetap dibangun [menara BTS]. Jadi kalau menggantikan itu tidak mungkin, tetapi alternatif nggak apa-apa,” pungkasnya.