Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menargetkan implementasi Metodologi Penilaian Kesiapan atau Readiness Assessment Methodology (RAM) kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) di Indonesia rampung pada September tahun ini.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa kerja sama Kemenkominfo dengan UNESCO untuk melakukan RAM AI sebagai bentuk kepatuhan rekomendasi yang sudah dibuat UNESCO.
Dengan kata lain, RAM UNESCO merupakan alat komprehensif yang dirancang untuk mengevaluasi kesiapan suatu negara untuk menerapkan AI.
“Saya berharap proses ini [implementasi RAM di Indonesia] akan selesai dengan sempurna pada September tahun ini dan temuannya dapat memajukan AI yang inklusif,” kata Nezar dalam acara Peluncuran kolaborasi UNESCO dan Kemenkominfo mengenai Metodologi Penilaian Kesiapan AI di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Nezar menjelaskan bahwa Readiness Assessment Methodology dibuat oleh UNESCO untuk melihat kesiapan setiap negara untuk mengadopsi standar-standar etik yang sudah ditetapkan secara global.
“Kita launching hari ini dan kita harapkan bisa selesai September nanti, ini termasuk fast track. Biasanya RAM berlangsung sampai 6 bulan, tetapi UNESCO punya komitmen untuk bisa menyelesaikannya akhir September,” ungkapnya.
Nantinya, RAM ini akan dilihat dari aspek sosial ekonomi, teknologi, regulasi, dan kesiapan masyarakat dalam mengadopsi teknologi AI.
Nezar menyampaikan bahwa kesiapan Indonesia untuk penggunaan dan implementasi Al adalah dengan menggabungkan pendekatan horizontal dan vertikal.
Maksudnya, dengan merumuskan kebijakan terkait teknologi AI yang berlaku untuk semua sektor industri dalam pendekatan horizontal, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan perubahannya. Kemudian, UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pedoman Etika AI.
Sedangkan dalam hal pendekatan vertikal dengan merumuskan kebijakan terkait teknologi AI yang berlaku untuk sektor industri tertentu, seperti sektor keuangan berupa Panduan OJK tentang Kode Etik untuk AI yang Bertanggung Jawab dan Dapat Dipercaya.
Lalu, di sektor kesehatan dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan untuk 2020–2024 dan ketentuannya. Serta, di sektor pendidikan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang saat ini dalam tahap tinjauan bersama dengan UNESCO mengenai penggunaan AI.
Potensi AI
Sementara itu, Koordinator Residen PBB di Indonesia Gita Sabharwal memandang bahwa Indonesia serius dalam mengatur teknologi AI untuk memanfaatkannya di bidang teknologi digital. Menurutnya, nilai-nilai ini sejalan dengan filosofi Pancasila Indonesia yang juga tercermin dalam rekomendasi UNESCO tentang etika AI.
“Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan program UNESCO. Ini adalah bukti kepemimpinan pemerintah dalam bidang kecerdasan buatan di seluruh Asia,” ujar Gita.
Terlebih, Gita menuturkan bahwa kecerdasan buatan memiliki potensi besar untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dia menyampaikan bahwa AI memiliki dampak signifikan dalam mengoptimalkan konsumsi energi, meningkatkan diagnosis medis, memantau keanekaragaman hayati, dan memperluas akses pendidikan. Di samping itu, teknologi AI juga dapat membantu dalam inklusi, seperti chat bot online hingga membantu wanita dalam mengembangkan bisnis UMKM melalui alat keuangan dan dukungan untuk aplikasi pinjaman.
“AI akan memainkan peran kunci dalam peningkatan skala kecerdasan buatan di seluruh negara,” tambahnya.
Namun seiring berkembangnya AI, Gita menuturkan bahwa pemerintah juga perlu menciptakan kerangka regulasi yang kokoh untuk mengurangi risiko, sebab AI dapat menggantikan pekerjaan hingga mengancam privasi data.
Pada kesempatan yang sama, Direktur UNESCO Jakarta Maki Katsuno-Hayashikawa menyampaikan bahwa teknologi AI memiliki potensi untuk mengembangkan pengetahuan dan mempercepat kemajuan manusia.
“AI dapat membantu mengatasi masalah-masalah paling menantang dalam masyarakat, termasuk yang terkait dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, akses informasi, kesetaraan gender, dan pengentasan kemiskinan, dan banyak lagi,” ungkap Maki.
Maki menuturkan bahwa rekomendasi UNESCO tentang etika kecerdasan buatan, yang diluncurkan pada November 2021, kini diadopsi oleh semua 194 negara anggota UNESCO.
Dia menjelaskan bahwa rekomendasi ini memungkinkan pembuat kebijakan untuk mentransfer nilai dan prinsip ke dalam tindakan dalam lingkungan dan ekosistem tata kelola data, gender, pendidikan, hingga penelitian.
“Metodologi Penilaian Kesiapan RAM ini bertujuan untuk memahami seberapa siap suatu negara dalam mengimplementasikan AI secara etis dan bertanggung jawab untuk semua warganya,” pungkasnya.