Bisnis.com, JAKARTA – Posisi pusat Milky Way atau galaksi Bima Sakti kini dapat dilacak dari bumi dengan menggunakan aplikasi di smartphone. Sayangnya, aplikasi ini saat ini baru tersedia di Apps Store atau baru dapat digunakan di ponsel iPhone.
Mengutip Space.com, aplikasi bernama Galactic Compass yang dikembangkan oleh Matthew Webb itu dirilis di Apple Store pada 15 Februari 2024.
“Sekarang, saya dapat dengan mudah menemukan pusat Bima Sakti menggunakan perangkat yang digunakan untuk hampir semua hal yang saya lakukan sepanjang hari,” kata Webb, dikutip Bisnis.com, Senin (4/3/2024).
Aplikasi ini didesain seperti kompas yang secara konstan memberikan penggunanya arah lokasi pusat galaksi berada, di mana pun posisi bumi saat itu.
Webb membuat aplikasi itu terinspirasi dari pengalaman bertahun-tahun membiasakan diri untuk selalu mengetahui posisi pusat galaksi yang selalu berpindah mengikuti pergerakan alam semesta.
Dia pernah menulis tentang alasan di balik pembuatan Galactic Compass dalam unggahan di situs pribadinya. Alasan tersebut juga disampaikan ketika peluncuran aplikasi.
Aplikasi ini sendiri cukup sederhana. Untuk mengetahui lokasi pusat Milky Way, pengguna hanya perlu membuka aplikasi dan menaruh iPhone di permukaan data.
Kemudian, panah berwarna hijau akan muncul dan menunjuk ke arah inti Milky Way, tepat di mana lubang hitam raksasa bernama Sagitarius A* berada.
Sagittarius A* diestimasikan memiliki massa jutaan kali lebih besar dibandingkan dengan matahari. Sementara kebanyakan lubang hitam terbentuk dari bintang raksasa yang mati, Sagittarius A* memiliki terlalu banyak massa untuk terbentuk dari satu bintang.
Sebaliknya, penjelasan yang mungkin dari terbentuknya Sagittarius A* adalah bergabungnya beberapa lubang hitam kecil sehingga menciptakan supermassive black hole.
Penelitian mengenai galaksi terus mengalami perkembangan seiring dengan kehadiran teknologi yang makin canggih.
Sebelumnya, dengan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST), NASA dan Badan Antariksa Eropa telah menemukan sekelompok besar galaksi berumur 12 miliar tahun, hampir 90% dari galaksi tersebut diselimuti oleh gas terang
Penulis utama Ahli Astrofisika Anshu Gupta di Curtin University Australia menyebutkan hal ini menunjukkan bahwa interaksi dengan galaksi tetangga menyebabkan kecerahan yang tidak biasa pada galaksi awal.
“Ledakan pembentukan bintang yang dipicu oleh interaksi tersebut juga dapat menjelaskan sifat galaksi awal yang lebih masif,” kata Gupta, dikutip dari space, Sabtu (18/11/2023).
Galaksi tersebut memberikan wawasan baru mengenai proses pembentukan bintang. Dengan menggunakan teleskopnya, ia menunjuk protobintang HH 212 yang berjarak sekitar 1.300 tahun cahaya dari Bumi.