Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) menilai anggaran Rp600 miliar per tahun untuk membangun industri gim terlalu kecil. Disebut hanya cukup untuk membangun satu permainan.
Anggota Amvesindo Bidang IV Even Chandra menjelaskan, pendapatan industri gim tidak hanya bergantung pada penjualan gim, melainkan juga dari sponsor, gacha, transaksi pembelian barang, pembelian konten, dan pembaharuan sistem.
“Game bisa terus generating revenue sekalipun sudah rilis bertahun tahun lalu, dengan melakukan update, downloadable content (DLC), micro transaction, dan lain-lain,” ujar Even atau yang akrab disapa Alex kepada Bisnis, Kamis (22/2/2024).
Alex pun mencontohkan pendapatan gim asal Inggris Grand Theft Auto (GTA) yang sudah mencapai US$8,3 miliar atau sekitar Rp129,6 triliun. Mengutip dari Statista, pendapatan mereka justru meningkat secara konstan sejak 2015 hingga 2023.
Padahal, Alex mengatakan modal pembuatan gim tersebut hanya sekitar US$200 juta atau sekitar Rp3,1 triliun.
“Jadi bayangkan, suatu produk yang rilis 10 tahun lalu, masih generating revenue sampai hari ini,” ujar Alex.
Namun berkaca dari GTA V, Alex menjelaskan angka investasi Rp600 miliar per tahun untuk memajukan industri gim di Indonesia masih jauh dari cukup. Jangankan industri gim secara keseluruhan, untuk membuat satu gim saja masih kurang.
Sebagai informasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah menyusun skema pendanaan sekitar US$40 juta atau Rp600 miliar setiap tahunnya untuk pengembangan gim di Indonesia. Dana inipun didapatkan dari matching fund ataupun venture capital.
Menurut Alex, budget tersebut hanya cukup untuk membuat gim ringan (indy game). Namun, memang perlu diakui bahwa masalah utama dari indy game adalah susahnya mendapatkan transaksi.
Pertama, karena memang grafiknya yang tidak terlalu bagus, kemudian juga namanya yang belum terkenal. “Bujet segitu jauh dari kata cukup,” ujar Alex.