Bisnis.com, JAKARTA – Wacana moratorium atau pembatasan layanan perusahaan Internet Service Provider (ISP) di Pulau Jawa dinilai sudah tepat. Butuh paksaan untuk mendorong pemerataan jaringan internet.
Direktur Eksektuif ICT Institute Heru Sutadi menilai persoalan kesenjangan pemerataan dan kecepatan internet di Indonesia terjadi karena akses infrastruktur yang lebih banyak dibangun Indonesia Barat, terutama di Jawa.
Alhasil, dengan adanya rencana dari pemerintah yang membatasi jumlah pemain di pulau Jawa dan agar masuk di wilayah timur memang diperlukan.
Dia berpendapat banyaknya pemain dan pasar yang kompetitif di pulau Jawa, berujung pada persaingan di sisi harga yang berisiko membuat ISP 'mati perlahan'. ISP saling membanting harga yang membuat profit makin tipis.
“Namun tidak hanya moratorium, kalaupun moratorium tetap dibuka. Tapi penyedia jasa diberi kewajiban seperti 80% di Jawa dan 20 % di luar pulau Jawa,” terangnya kepada Bisnis, dikutip, Selasa (20/2/2024).
Sementara itu, pengamat telekomunikasi Institut Teknologi Bandung Ian Yosep berpendapat menjadi agak salah kaprah ketika pemerintah berencana melakukan moratorium bisnis ISP di Pulau Jawa. Sebab seharusnya bisnis ISP tetap di Jawa dan ditambah dengan kewajiban pembangunan di luar Jawa.
Alhasil, apabila, kewajiban mereka sudah terpenuhi, dan memiliki, maka program insentif akan diberikan.
"Kalau menghitung secara konvensional, internal rate return sekitar 30% untuk ISP bis untung. Jadi ISP saat ini harus berpikir lebih jauh dengan menjual anything as a service. Mengolah data yang lewat, untuk menjadi pendapatan baru,"katanya.
Menurutnya, penyediaan jaringan internet juga masih harus melibatkan program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika atau Bakti Kominfo dan program Corporate Social Responsbility atau CSR dari Badan usaha Milik Negara (BUMN) untuk layanan internet gratis-standar minimal internet per orang Indonesia dan internet berbayar.
Selain itu juga ditambah dengan pembangunan content delivery network atau CDN lokal, pembagian trafik inner city, inter city dan internasional. Khususnya untuk internet gratis serta kedaulatan data Indonesia, maka diperlukan CDN lokal, trafik internet berputar di Indonesia dan dijaga oleh Indonesia.
Menurutnya, justru dibutuhkannya kebijakan open network dari pemerintah yakni jaringan yang dibangun oleh negara dengan menunjuk BUMN. Selain itu juga kewajiban pemenuhan pembangunan layanan seluler (internet) di seluruh Indonesia dengan memanfaatkan Open Network.
“Serta regulasi insentif dalam bentuk bantuan investasi pembangunan layanan serta waktu izin operasi berdasarkan dampak pertumbuhan ekonomi dan tingkat sejahtera masyarakat yang dilayani,” terangnya.
Saat ini, paparnya, kondisi di Pulau Jawa pun masih ada beberapa lokasi yang susah sinyal, belum terjangkau oleh layanan optik. Untuk hal ini maka setiap kelurahan di Pulau Jawa harus sudah terkoneksi dengan akses fiber optik.
Sebelumnya, Asosiasi Penyedia Jaringan Internet Indonesia (APJII) meminta adanya moratorium perizinan internet service provider (ISP) baru di sejumlah kota yang sudah memiliki lebih dari 50 ISP.
Ketua Umum APJII Muhammad Arif Angga mengatakan saat ini ISP masih menumpuk di beberapa titik komersil, sehingga kompetisi makin kencang. Saat ini, terdapat sekitar 20 kota di Indonesia yang memiliki lebih dari 50 ISP.
Sementara di sisi lain, di beberapa tempat nonkomersial justru minim pemain ISP. Alhasil, hal inilah yang membuat internet masih tidak merata di Indonesia.
“Itu usulan dari kami juga sebenarnya, ya karena biar merata. Karena kalau tidak, akan menumpuk di beberapa titik itu saja, sehingga kompetisi akan makin ketat,” ujar Arif kepada wartawan di sela acara Press Conference Hasil Survei Penetrasi Internet Indonesia, Rabu (31/1/2024).