Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat melihat operator telekomunikasi masih menunggu dalam mengambil keputusan pembangunan infrastruktur 5G di Indonesia. Operator bisa saja menunda atau bahkan tidak mengembangkan jaringan 5G.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan hal ini diakibatkan oleh kondisi politik Indonesia yang masih belum menentu di tengah tahun politik, lelang spektrum frekuensi 700MHz, dan harga infrastruktur 5G yang mahal. Padahal, pemasukan industri tengah menurun.
“Implementasi 5G lebih mahal, sementara pendapatan akan sama, sehingga jika biaya frekuensinya mahal dan tidak ada insentif, maka bukan tidak mungkin operator akan menunda atau bahkan tidak akan mengembangkan jaringan 5G,” ujar Heru, Senin (29/1/2024).
Sebagai informasi, operator seluler India mulai memangkas CAPEX penggelaran 5G seiring dengan return on investment yang tidak menjanjikan.
Dua operator India, yakni Jio dan Bh Airtel bahkan menjual layanan 5G mereka seharga 4G seiring dengan kemampuan daya beli masyarakat yang terbatas dan kasus pemanfaatan yang rendah. Padahal, jaringan 5G ini akan sangat bermanfaat untuk penggunaan IoT.
Oleh karena itu, jika memang ingin operator membangun infrastruktur 5G secara masif, Heru agar harga frekuensi bisa lebih bersahabat terhadap operator telekomunikasi. Terlebih kondisi industri yang tidak sejaya satu dekade terakhir.
Selain itu, Heru juga mengatakan operator seluler berharap adanya insentif dari pemerintah baik dari regulatory cost ataupun biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya untuk perusahaan yang mengadopsi 5G.
Menurut Heru, jika hal ini tidak terjadi, kejadian seperti India bisa terjadi di Indonesia.
Jika ingin 5G diterapkan dengan masif, teknologi baru ini akan menjadi layanan mobile, yang kata Heru, akan membuat pendapatan yang diterima operator akan sama seperti 4G walaupun jenis layanan berbeda.
Oleh karena itu, Heru mengatakan kejadian yang terjadi di India harus menjadi evaluasi bersama agar tercapai keseimbangan di dunia telekomunikasi.
“Pemerintah tetap mendapatkan pendapatan, operator telekomunikasi bisa mengadopsi, bisa mengimplementasikan 5G, kemudian juga vendor telekomunikasi, telekomunikasi juga kita harapkan ya bisa jualan juga gitu ya, tapi dengan harga yang reasonable untuk dapat mengadopsi 5G di Indonesia,” tutup Heru.
Mengutip riset Institut Teknologi Bandung, perkembangan jaringan 5G di Indonesia berpotensi memberikan kontribusi lebih dari Rp2.800 triliun atau setara 9,5 persen dari total PDB pada 2030. Angka itu bahkan berpotensi melonjak menjadi 3.500 triliun atau setara 9,8 persen dari total PDB Indonesia pada 2035.
Riset tersebut juga memperkirakan potensi peningkatan investasi bisnis di Indonesia sebesar Rp591 triliun dan Rp719 triliun masing-masing pada 2030 dan 2035 jika jaringan 5G diterapkan secara agresif.