Bisnis.com, JAKARTA - Startup Indonesia dinilai terus mengalami pertumbuhan bisnis yang baik sepanjang 2023. Meski secara valuasi menurun, pendapatan startup Tanah Air terus mengalami pertumbuhan. Lebih baik dari startup Amerika Serikat perihal pendapatan yang dibukukan.
Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan perekonomian global dan ketegangan geopolitik telah menghadirkan ketidakpastian. Lanskap investasi 2023 memang tidak ‘sebergairah’ tahun 2021-2022, namun industri startup teknologi Asia Tenggara tetap berkembang ke arah yang positif.
Hal yang membedakan kondisi startup di Asia Tenggara dan Amerika Serikat (AS) adalah titik acuan (baseline) yang menjadi faktor penggerak sektor ini.
Dia mengatakan sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki PDB per kapita, daya beli konsumen, industri teknologi, dan penetrasi internet yang masih rendah jika dibandingkan dengan AS. Meskipun valuasi startup, baik di AS dan Indonesia menurun, pendapatan startup di Indonesia bertumbuh karena ekonomi negara tersebut meningkat.
Sebagai contoh, jika sebuah startup yang berbasis di AS sebelumnya memiliki pendapatan sebesar US$100 juta dan valuasi lima kali lipat sebesar US$500 juta. Kini, startup tersebut mungkin pendapatannya menurun menjadi US$80 juta dengan valuasi dua kali lipat.
“Sementara, pendapatan startup di Indonesia mungkin meningkat dari US$20 juta menjadi US$30 juta, meski valuasinya menurun serupa dengan startup di AS,” kata Roderick kepada Bisnis, Senin (1/1/2024).
Roderick menjelaskan pencapaian tersebut menandakan bahwa bisnis startup Indonesia masih terus berkembang. Pertumbuhan di kedua pasar ini berbeda, karena sifat bisnis di tiap negara, kematangan ekosistem, fokus pasar di tiap negara yang berbeda.
Adapun East Ventures, lanjutnya, dalam menghadapi ketidakstabilan kondisi global, perusahaan memegang visi jangka panjang dan menyesuaikan diri sesuai keadaan namun tetap berpendirian teguh pada prinsip yang telah perusahaan pegang.
Ketidakpastian global, termasuk kenaikan suku bunga, berdampak pada bisnis Asia Tenggara dalam jangka pendek, sehingga investor akan condong ke perusahaan yang berfokus pada arus kas lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang berfokus pertumbuhan cepat (growth-oriented).
Ketidakpastian ini juga menyebabkan reorientasi jangka pendek dan mempengaruhi fundamental perusahaan teknologi, baik di tingkat lokal maupun global. Bagi para founder, investor, dan semua pihak terlibat, kuncinya adalah kembali fokus pada aspek esensial, untuk meraih peluang yang ada.
“Kami yakin industri startup teknologi Indonesia masih tetap berkembang ke arah yang positif. Masih banyak peluang investasi. 2023 memberikan pengalaman baru bagi sebagian kita, terutama bagi mereka yang belum mengalami siklus naik turun,” kata Roderick.
Sekadar informasi, sepanjang 2023, Startup yang bergerak di bidang e-commerce mengalami guncangan cukup hebat yang membuat mereka melakukan reorganisasi (PHK) hingga memutuskan tutup.
Bisnis mencatat terdapat 15 startup yang dahulu terkenal dan kini bangkrut, dengan beberapa startup tersebut bergerak di sektor e-commerce seperti JD.ID, Qlapa, dan Fabelio.
Industri e-commerce sendiri diperkirakan makin ketat seiring dengan bergabungnya TikTok ke Tokopedia.