Bisnis Menara Telekomunikasi di Tengah Bayang-bayang HAPS BTS Terbang

Crysania Suhartanto
Rabu, 27 Desember 2023 | 07:04 WIB
Ilustrasi HAPS yang dikembangkan Softbank/dok.website softbank
Ilustrasi HAPS yang dikembangkan Softbank/dok.website softbank
Bagikan

Tantangan Implementasi BTS Terbang

Ketua Pusat Kajian dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef Edward menilai implementasi BTS terbang di Indonesia perlu mempertimbangkan sejumlah aspek, dari sisi regulasi, investor, hingga keekonomian.

Ian mengatakan, saat ini Undang-Undang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi hanya mengatur tentang telekomunikasi terestrial, seluler, dan satelit. Belum ada regulasi khusus perihal HAPS. 

Kalaupun akan diimplementasikan, dia memperkirakan BTS terbang ini paling cepat akan hadir di Indonesia sekitar 4 tahun lagi, sambil menunggu regulasi pendukung dan dukungan investor untuk membiaya HAPS, yang dinilai masih mahal. 

"Paling cepat hadir 3 sampai 4 tahun, setelah peraturan undang-undang memperbolehkan, dan ada investor," kata Ian.

Di sisi lain, menurutnya, biaya operasional dari BTS terbang ini cukup tinggi. Operasional BTS terbang, menurut Ian, bisa mencapai 5 hingga 10 kali lipat BTS yang ada di menara. Hal ini dikarenakan ada pesawat atau pengendali yang harus mengisi daya secara berkala.

“Khusus untuk HAPS, mau dimasukkan ke mana dan harus diatur terbatas untuk penyelenggaraannya karena menggunakan frekuensi yang terbatas,” ujar Ian.

Lebih lanjut, Ian juga mengatakan, sebenarnya BTS terbang ini berpotensi mengganggu keamanan suatu wilayah, karena mampu memantau banyak wilayah secara sekaligus. Selain itu, BTS terbang ini juga berpotensi mengganggu batas kedaulatan angkasa untuk Indonesia. 

Oleh karena itu, Ian mengusulkan sebaiknya pemilik BTS terbang ini adalah badan usaha milik negara (BUMN). 

Selain itu, BTS ini juga harus diawasi secara ketat dari segi pertahanan dan keamanan. Ian mengatakan, pengawasan ini harus melibatkan pihak terkait. 

Risiko Gagal

Senada, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai HAPS atau BTS terbang belum teruji di Indonesia sehingga berisiko gagal saat diimplementasikan. Teknologi serupa pernah dikembangkan Google dan berujung sia-sia.

Heru mengatakan, operator sudah pernah menandatangani kerja sama dengan Google yang didorong oleh Kemenkominfo untuk menerbangkan HAPS Google, Google Loon. Namun, uji cobat tersebut berujung sia-sia. Heru menilai hal serupa juga berpotensi terjadi di HAPS. 

“Tidak ada satu pun balon Google yang diterbangkan di Indonesia. Artinya, secara model bisnis masih ada kendala dan perlu dihitung dengan matang,” ujar Heru kepada Bisnis.

Diketahui, Google Loon sudah tutup pada 2021 dan hak patennya saat ini sudah diakuisisi oleh SoftBank. Sementara itu, baru-baru ini Softbank baru berhasil melakukan uji coba HAPS dan mengoptimasi area cakupan dari teknologi baru ini. 

Lebih lanjut, Heru mengatakan, kendala lainnya dari pengoperasian BTS terbang ini adalah potensi adanya delay sehingga kapasitas internet yang dipancarkan terbatas. Alhasil, jika memang perlu ada kapasitas yang besar, harus ada banyak HAPS.

Sementara, lanjut Heru, harga HAPS juga tidak murah, belum lagi perawatan infrastruktur yang perlu dilakukan. 

Kemudian, untuk wilayah 3T dan timur Indonesia yang disebut kurang dalam hal penetrasi internet, Heru mengatakan, sudah ada Satria-1 yang siap mengatasi masalah tersebut. Menurutnya, jika memang dianggap kurang, Satria-2 juga akan membantu. 

Oleh karena itu, Heru menyarankan pemerintah untuk melakukan uji coba di beberapa tempat dan frekuensi terlebih dahulu, sehingga dampak dari HAPS ini bisa terlihat dengan lebih jelas.

“Ini agar dapat dipelajari kelebihan dan kekurangan teknologi HAPS nya maupun apa yang harus disiapkan seperti regulasi, alokasi frekuensi, jika teknologi ini diadopsi,” ujar Heru. 

Selain itu, dengan adanya uji coba tersebut, kata Heru, pemerintah baru dapat menilai apakah HAPS ini benar-benar diperlukan dan dapat menjadi solusi permasalahan internet di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman:
  1. 1
  2. 2

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper