Indosat (ISAT) Sebut Adopsi 5G di RI Baru Terjadi 2,5 Tahun Lagi

Crysania Suhartanto
Kamis, 21 Desember 2023 | 21:45 WIB
Logo Indosat Ooredoo Hutchison/Dok. Indosat
Logo Indosat Ooredoo Hutchison/Dok. Indosat
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Indosat Tbk. (ISAT) masih menunggu spektrum frekuensi emas untuk ekspansi jaringan 5G. Perusahaan belum melihat masyarakat benar-benar membutuhkan 5G.  

Director and Chief Commercial Officer Indosat Ritesh Kumar Sigh mengatakan penggelaran teknologi 5G dengan jaringan seadanya akan membuat hal ini menjadi kurang optimal. 

Alhasil, menurut Ritesh, saat ini masyarakat belum membutuhkan teknologi 5G. Adapun masyarakat baru benar-benar membutuhkan 5G sekitar 2-2,5 tahun lagi. 

“Kasus penggunaan 5G dimulai saat kasus penggunaan 4G berakhir. Artinya di luar kota, bahkan pabrik dan segalanya,” ujar Ritesh kepada wartawan, Kamis (21/12/2023).

Selain itu, Ritesh juga mengatakan akan mengadopsi jaringan 5G ketika use case 5G sudah cukup banyak.

Menurut Ritesh, berdasarkan studi kasus pada pelanggan saat ini, kegiatan yang dilakukan masyarakat saat mengakses internet, seperti bermain game atau menonton video masih dapat dilakukan dengan jaringan 4G.

Oleh karena itu, Ritesh mengatakan saat ini perusahaan masih berfokus pada penyelenggaraan fiber to the home atau layanan fix wireless access (FWA) yang bernama HiFi.

Diketahui, layanan Indosat yang satu ini baru-baru ini mengakuisisi 300.000 pelanggan milik MNC Play Media milik PT MNC Vision Networks Tbk. (IPTV). Alhasil, saat ini total pelanggan HiFi mencapai 350.000 pelanggan. 

Selain itu, lanjut Ritesh, perusahaan juga tengah berfokus pada bisnis business to business (B2B) di area pabrik, bandara, pelabuhan, pertambangan, dan tempat lain yang memungkinkan Indosat mengotomatisasi sistem.

Sebelumnya,
Ketua Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) Tesar Sandikapura mengatakan operator seluler dan pemerintah menentukan target penggelaran 4G agar tidak terjadi investasi ganda (double cost) dengan 5G. 

Para pemangku kepentingan juga perlu melakukan uji kelayakan mengenai 5G, untuk mengukur apakah teknologi tersebut benar-benar dibutuhkan atau justru produk gagal karena tidak ada kasus pemanfaatan spesial dari jaringan teknologi baru tersebut. 

“Artinya 5G kurang layak untuk diperluas, maka 5G nanti aja 2030. Itu tidak apa-apa sehingga umur 4G menjadi lebih lama operator balik modal. Jangan sampai operator sudah kebut bangun 4G, terus disuruh ganti 5G, ini double cost namanya,” kata Tesar. 

Dia mengatakan jika 5G digelar secara masif pada 2023, artinya operator masih punya waktu sekitar 4-5 tahun untuk gelar 4G dan itu merupakan waktu yang cukup ideal bagi mereka. 

“Perusahaan kan investasi jaringan, minimal balik modal dahulu. Minimal pemakaiannya 3-4 tahun masih oke untuk satu site BTS. Tetapi, kalau BTS tersebut baru hadir 1 tahun, kemudian disuruh ganti ke 5G, itu kelewatan namanya. Kasihan operator, ” kata Tesar. 

Tesar berpendapat dengan kecepatan 4G yang optimal, teknologi generasi keempat itu masih cukup untuk 3-4 tahun ke depan. Teknologi 4G saat ini sudah bisa mendukung seluruh aktivitas masyarakat mulai dari konferensi jarak jauh, panggilan video, bermain gim, dan lain sebagainya. 

Belum ada satu aplikasi pun yang mengharuskan orang berpindah ke jaringan 5G, untuk memenuhi kebutuhan mendasar mereka. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper