Ojekkoe
5. Ojekkoe
Pada tahun 2016, OjekKoe juga menyediakan layanan pesan antar makanan, belanja, dan pengiriman ekspres. Namun perbedaan OjekKoe terletak pada sistem bagi hasil dengan mitra drivernya.
Seluruh pendapatan pengemudi tidak dipotong sepeser pun dan tidak ada sistem subsidi. Sistem sebenarnya sangat menggiurkan jika dibandingkan dengan Grab dan Gojek yang saat ini memungut biaya aplikasi hingga 15%-20%. Ojekkoe memiliki 500 mitra driver, sebelum ditutup.
6. Topjek
TopJek menawarkan harga murah tanpa menggunakan promosi. Salah satu fitur unggulan TopJek adalah fungsi Chatroom yang saat itu belum diterapkan oleh kompetitor pada masanya. Selain itu TopJek juga lebih mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas.
Yang menonjol dari ojek online ini adalah limit drivernya dibatasi hanya 10.000 driver dan seleksi menjadi driver di TopJek juga sangat ketat. Mereka hanya bertahan sebentar.
7. Uber
Uber meninggalkan Asia Tenggara, termasuk Indonesia pada tahun 2018. Sejak itu mereka menjual seluruh bisnisnya ke Grab, sehingga banyak mitra pengemudi Uber yang berpindah ke platform Grab atau bahkan Gojek. Persaingan di Asia Tenggara dianggap terlalu ketat.
8. LadyJek
LadyJek adalah salah satu perusahaan ride sharing yang menjadi headline karena menawarkan layanan ojek online dengan pengemudi wanita. Dengan hampir 3.300 pengemudi, LadyJek tampak cukup makmur pada saat itu. Namun karena keterbatasan modal, mereka pun harus bangkrut.
9. Blujek
Bluejek hampir mirip dengan Gojek saat itu. Beroperasi di Jakarta, mereka mengakuisisi armada cukup besar. Sayangnya, mereka tidak terdengar lagi sejak 2015. (Afaani Fajrianti)