Bisnis.com, JAKARTA - Global System for Mobile Communication (GSMA) melaporkan sekitar 53% atau 145 juta masyarakat Indonesia belum menggunakan internet kendati wilayah yang mereka tempati telah tersedia jaringan 4G.
Head of Mobile Development GSMA Max Cuvellier Giacomelli mengatakan survei dari GSMA menemukan hal ini disebabkan oleh lima faktor utama, yakni kurangnya edukasi, harga yang mahal, keamanan, relevasi, dan akses.
“Dua yang pertama yang paling penting adalah pengetahuan dan kemampuan, jadi banyak orang yang belum mengerti mengapa mereka harus menggunakan internet, ini termasuk literasi digital. Dan kedua adalah keterjangkauan. Harga sering menjadi halangan utama orang menggunakan internet,” ujar Max dalam paparannya, Rabu (6/12/2023).
Adapun untuk harga yang mahal seringkali bukan dikarenakan harga perangkat yang mahal, tetapi akses untuk mendapatkan perangkat itu yang mahal.
Max mencontohkan masyarakat-masyarakat yang berada di pedesaan. Menurut Max, mereka cenderung harus pergi ke luar dari desanya untuk membeli perangkat smartphone ataupun membetulkan ponsel mereka. Menurutnya, isu inilah yang menjadikan harga perangkat menjadi semakin mahal.
Selain itu, Max juga mengatakan literasi digital yang rendah juga ikut ambil andil dalam tingginya usage gap ini. Menurutnya, banyak masyarakat yang belum mengerti, sehingga mereka mengganggap di internet banyak pelecehan, kekerasan, hingga penipuan.
“Jadi mereka masih takut, daripada saya menjadi korban penipuan karena banyak cerita-cerita negatif, mendingan saya tidak pakai (internet),” ujar Max.
Padahal, menurut Max, adanya usage gap ini dapat membuat banyak kerugian, baik bagi masyarakat itu sendiri ataupun negara.
Max mengatakan tingginya usage gap dapat membuat terbatasnya hubungan sosial dan digital bagi masyarakat itu sendiri. Padahal, digitalisasi terbukti dapat memberikan banyak peluang-peluang baru, mulai dari segi pekerjaan, pendidikan, hingga kesehatan.
Lebih lanjut, Max juga mengatakan tingginya usage gap juga membuat pertumbuhan ekonomi negara tersebut menjadi melemah. Parah-parahnya, hal ini juga akan berdampak pada perlambatan penerapan sustainable development goals (SDG).
Sebagai informasi, berdasarkan catatan Bisnis, ekonomi digital sudah berkontribusi sebesar US$82 miliar atau sekitar Rp1.292 triliun kepada perekonomian negara pada 2023.
Oleh karena itu, dengan makin menipisnya usage gap, angka kontribusi ekonomi digital inipun diprediksi akan makin meningkat.