Bisnis.com, TANJUNGSELOR – Masyarakat di sekitar Tanjung Selor, perbatasan antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara menagih janji pemerintah pusat dan daerah segera menuntaskan janji pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) di wilayah perbatasan.
Hal itu supaya kualitas jaringan internet di Tanjung Selor menjadi lebih baik dan akses pemerataan digital tergenapi.
Tim Jelajah Sinyal 2023 menemukan bahwa kondisi sinyal pada saat melewati wilayah perbatasan Tanjung Selor di Kalimantan Timur menuju Kalimantan Utara cukup memprihatinkan lantaran tak ada sinyal sama sekali untuk provider di luar Telkomsel.
Pada siang hari yang terik dan membakar kulit, sinyal terkuat jaringan 4G dari provider pelat merah tersebut hanya muncul satu bar tapi kemudian juga sering menghilang.
Tentunya kondisi jaringan yang hilang dan hanya muncul di spot tertentu membuat akses internet lelet dan pengalaman digital yang dirasakan oleh masyarakat wilayah ini menjadi sulit.
Ramdan, pemilik warung kecil yang menyajikan minuman, dan makanan menjadi saksi bisu kesulitan para penjual dalam mengakses dunia digital.
Dia belum lama tinggal di daerah ini atau baru sekitar 6 bulan dan mengakui untuk mendapatkan sinyal yang cukup stabil dia harus mencari posisi yang pas. Salah satunya dengan berdiri di daerah gundukan tanah yang sengaja dibuatnya lebih tinggi di depan rumahnya.
Selain gundukan tanah, dia juga sengaja membangun gardu kecil di depan rumahnya lengkap dengan colokan listrik supaya lebih mudah dan nyaman saat mendapatkan sinyal.
Sinyal yang sering hilang dan koneksi internet yang lambat telah menghambatnya untuk berkomunikasi dengan lancar kepada pemasok barang dagangan.
Kondisi tak jauh berbeda ia alami saat malam hari, sinyal pada malam hari sinyal juga semakin susah didapat karena masyarakat di sekitar perbatasan berlomba-lomba menggunakan gadget pada malam hari. Bahkan untuk berkomonukasi dengan urusan yang mendesak kepada sanak keluarganya ia mau tak mau harus jalan atau mengendari motornya sejauh 10 km untuk mencari sinyal yang stabil dari lokasi menara BTS paling dekat di wilayahnya.
“Kalau ada urusan mendesak ya sudah harus jalan ke arah – arah dekat menara. Supaya sinyal stabil dan bisa komunikasi lebih lama. Yang paling dekat dari wilayah ini ke menara itu 10 km,” terangnya.
Janji Manis Infrastruktur Digital
Kendala serupa juga dihadapi oleh pedangan lainnya yang sedah singgah di warung pak Ramdan. Mereka harus mencari tempat-tempat tertentu seperti dataran yang lebih tinggi hingga pegunungan dan ketika menemukan sinyal maka mereka tidak bisa bergeser ke tempat lain supaya sinyal tidak hilang.
Pak Ambo, penjual nanas yang sering melintasi perbatasan ini mengatakan bahwa perlu adanya tindak lanjut yang lebih serius terkait sinyal. “Setiap minggu saya lewati daerah ini susah jaringan, di tempat saya sudah di sini juga susah” ucap Pak Ambo.
Pak Ambo juga menceritakan betapa sulitnya untuk memasarkan Nanas hasil kebunnya dari Batu Ampar ke luar daerah dikarenakan jaringan yang tidak memadai. Dengan demikian, pemasaran produk secara digital bukan menjadi opsi terbaik bagi pak Ambo.
Karena jaringan yang tidak memadai akhirnya pak Ambo memasarkan hasil kebunnya dengan cara berkeliling ke daerah-daerah tersebut dengan menawarkan secara langsung kepada warga menggunakan mobilnya, ada beberapa yang sudah menjadi langganan pak Ambo dan banyak pula target-target baru yang diharapkan dapat dicapai oleh pak Ambo
“Gimana mau jualan digital. Susah kita kalau mau buka Facebook begitu, harus naik gunung dulu bukit-bukit yang agak tinggi baru bisa. Susah juga orang mau hubungi saya kalau mau pesan nanas ini” tuturnya.
Dengan nada bicara yang kesal, dia juga menyayangkan persoalan persinyalan ini justru dimanfaatkan oleh banyak calon legislatif di daerah mereka sebagai janji-janji saat berkampanye. Tapi nyatanya itu hanya janji manis yang tak kunjung direalisasikan. Seringnya pak Ambo dan warga diiming-imingi akan dibangunkan infrastruktur jaringan yang baik tetapi hingga saat ini tidak ada perubahan sama sekali. Hal itu membuat mereka kecewa dan hilang kepercayaan kepada pemerintah setempat.
“Jadi sekarang kami pilih orang [pemimpin/caleg] yang langsung bertindak bukan yang sekedar ngomong. Kalau bilang mau bangun Tower ya bangun dulu baru kita percaya”ujarnya.
Masyarakat di perbatasan ini berharap adanya perbaikan dalam pemerataan jaringan untuk mendukung usaha mereka. Pemerataan jaringan di wilayah perbatasan dianggap krusial dalam mendukung konektivitas dan perkembangan ekonomi setempat.
Adapun berselang sekitar 10 KM dari perbatasan, tim jelajah berhasil menemukan tiga menara BTS untuk sejumlah provider. Tiba-tiba sinyal Tim Jelajah pun menguat dan melakukan pengukuran kecepatan jaringan menggunakan aplikasi Ookla untuk provider Telkomsel.
Hasilnya kecepatan Unduh 7,3 Mbps dan kecepatan Unggah 0,3 Mbps. Sementara untuk provider lain tidak dapat dilakukan pengukuran dikarenakan lemahnya jaringan.
Setelah perjalanan kurang lebih 40 menit menuju pusat kota di Tanjung Selor, Kalimantan Utara. Tim kembali melakukan pengukuran kecepatan jaringan untuk melihat dan membandingkan dengan keadaan di perbatasan.
Hasil Speedtest yang dilakukan untuk provider Telkomsel kecepatan unduh mencapai 65 Mbps dan Unggah mencapai 27 Mbps.
Sementara untuk provider XL kecepatan Unduh mencapai 1,84 Mbps dan Unggah mencapai 20,5 Mbps. Untuk provider Indosat kecepatan Unduh mencapai 16,4 Mbps dan Unggah mencapai 17,1 Mbps.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemerintah Provinsi Kaltim Muhammad Faisal mengatakan bahwa pihaknya bersama dinas terkait di kabupaten/kota Dia mengakui bahwa sinyal telekomunikasi generasi keempat [4G]hanya ada di kota-kota besar saja dan belum merata ke wilayah-wilayah lain.
"Karena memang provider juga belum semua membuka akses ini. Kami tentu saja berharap semua sudah 4G atau bahkan 5G," jelasnya.
Menurutnya, dalam 2 tahun terakhir, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mena-rik kabel fiber optik ke desa- desa untuk akses internet.
"2022 ada 39 desa dan 2023 ada 55 desa. Bahkan kami bayarkan untuk 50 Mbps per bulan selama setahun. Free, selanjutkan kabupaten/kota atau desanya yang membayar," jelasnya.
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah didapatkan terlihat sangat jelas perbedaan kondisi sinyal antara daerah perbatasan dengan perkotaan (Tanjung Selor), padahal setiap warga masyarakat Indonesia baik yang berada di perbatasan, pedesaan atau dimanapun berhak untuk mendapatkan akses internet yang baik. Maka perlu adanya perluasan jaringan untuk mencapai pemerataan.
Namun, tantangan untuk memperluas jaringan di wilayah perbatasan tidaklah mudah. Faktor geografis dan infrastruktur yang terbatas menjadi hambatan utama. Perlu kolaborasi antara pemerintah, operator telekomunikasi, dan pihak swasta untuk mencari solusi yang berkelanjutan.
Pemahaman akan kebutuhan lokal juga menjadi kunci keberhasilan. Dalam upaya meningkatkan konektivitas, tidak hanya dibutuhkan infrastruktur yang memadai tetapi juga penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Dengan melihat kondisi yang ada di lapangan, Tim Jelajah Sinyal 2023 berharap bahwa perhatian akan terus diberikan pada pemerataan jaringan di daerah-daerah terpencil. Hanya dengan upaya bersama, Indonesia dapat meraih potensi penuh dari revolusi digital yang tengah berlangsung.