Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) menilai pusat data (data center) di Indonesia masih kurang laku karena kalah saing dengan data center dengan sistem komputerisasi awan (cloud) global, seperti AWS, Alibaba Cloud, dan lain-lain.
Ketua Umum Indonesia Digital Empowering Community Tesar Sandikapura mengatakan kehadiran data center yang tidak menjadi pilihan utama dikarenakan jarangnya data center tier IV.
“Di Indonesia tier 4 itu jarang, karena kendalanya di listrik. Karena listrik kita yang tidak stabil 100%,” ujar Tesar kepada Bisnis, Jumat (24/11/2023).
Sebagai informasi, data center memiliki sejumlah kategori berdasarkan performa dan kualitas masing-masing. Makin tinggi tingkatan tier, artinya kualitas data center tersebut makin bagus dan memiliki harga yang cukup tinggi.
Adapun saat ini data center tier 4 merupakan tingkatan data center yang paling tinggi. Data center tier 4 ini memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi daripada tier-tier di bawahnya dan tingkat downtime yang hampir sempurna, yakni sebesar 99,995%.
Oleh karena itu, menurut Tesar, data center Indonesia harus sudah mulai merambah ke bisnis dengan tier IV. Lebih lanjut, jika memang pasokan listrik tidak mencukupi ataupun tidak stabil, para pemain data center dapat beralih ke energi alternatif yang lain.
“Jadi intinya kalau balik lagi ngomongin teknologi, tier 4 nya harus banyak di Indonesia,” ujar Tesar.
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan membuat regulasi terkait kewajiban penyimpanan data di dalam negeri pada 2024.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) No.71/2019 yang memperbolehkan penyimpanan data pribadi di luar negeri akan direvisi.
“PP 71/2019 direvisi setelah revisi UU ITE disahkan,” ujar Usman kepada Bisnis, Jumat (24/11/2023). Adapun pengesahan revisi UU ITE diperkirakan dilakukan pada Desember 2023.
Tesar mengaku, rencana revisi UU tersebut akan memaksa data center lokal untuk mengembangkan fasilitasnya. Hal ini mengingat potensi OTT dengan data yang banyak akan menyimpan data di Indonesia.
Namun, Tesar mengaku hal ini merupakan upaya yang baik. Menurutnya, jika menunggu data center di Indonesia siap, hal ini akan memakan waktu bertahun-tahun.
“Ekosistem data center di Indonesia masih belum siap. Namun, ini bagus, karena kalau kita ngomong siap, kapan siapnya? Kalau ini bagus, karena seakan dipaksa. Tidak apa-apa, harus begitu,” ujar Tesar.