Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyampaikan adanya arget setoran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kementerian lain menjadi salah satu alasan nilai biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi sulit diturunkan.
Direktur Penataan Sumber Daya Kemenkominfo Denny Setiawan menyebutkan jika angka pendapatan tidak sesuai dengan target yang diberikan, maka anggaran Kemenkominfo akan dipotong.
“Kemenkominfo ini sudah dikasih target PNBP-nya, baik tahun ini ataupun tahun depan. Kalau kami tidak sampai target, budget kami dipotong,” ujar Denny dalam paparannya di Senopati, Senin (14/11/2023).
Lanjut Denny, potongan anggaran tersebut bukan hanya berlaku pada divisinya yakni Direktorat Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), melainkan juga Kemenkominfo secara keseluruhan.
Oleh karena itu, terkait permintaan industri operator, untuk menurunkan biaya layanan, upfront fee untuk spektrum, dan PNBP, Denny mengatakan hal tersebut merupakan permintaan yang sulit.
Denny mengatakan hal ini perlu didiskusikan bersama-sama dengan divisi lainnya, agar target PNBP tersebut masih dapat terpenuhi dan di sisi lain operator seluler tidak semakin menderita.
“Kami akan usulkan, tidak hanya SDPPI, juga PPI, Bakti, Aptika kalau perlu, bekerja sama dengan teman-teman dari operator. Sehingga kita punya program kerja kalau bisa balik ke operator,” ujar Denny.
Diketahui, Kemenkominfo terdiri atas beberapa bagian, mulai dari SDPPI, Direktorat Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI), Direktorat Aplikasi Informatika (Aptika), Direktorat Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti).
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys meminta pemerintah untuk menurunkan BHP frekuensi yang sudah ada serta membuat upfront fee dan harga reserved menjadi lebih murah.
Merza mengusulkan untuk menambal kekurangan pendapatan, Kemenkominfo juga turut menarik biaya operasional dari platform over the top (OTT), seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, dan lain-lain.
Menurutnya, selama ini pemerintah seakan tidak adil pada industri operator, karena industri telekomunikasi infrastruktur yang sedang berdarah-darah dibebankan biaya penyelenggaraan yang cukup besar.
Padahal di sisi lain, perusahaan layanan OTT yang sedang berkembang pesat justru hanya dibebankan biaya pajak dan tidak dipungut biaya PNBP.
“Jangan cuma menarik biaya dari infrastruktur, (pemerintah) menarik (biaya) juga dari digital,” ujar Merza.