Insentif BHP Disebut Berpotensi Pacu Penggelaran 5G Makin Masif

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 25 Oktober 2023 | 20:07 WIB
Ilustrasi teknologi 5G./REUTERS-Yves Herman
Ilustrasi teknologi 5G./REUTERS-Yves Herman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Akademisi menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan insentif kepada operator seluler perihal biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi, guna memacu penggelaran jaringan teknologi baru 5G yang lebih masif.

Akademisi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB Agung Harsoyo mengatakan cita-cita pemerintah untuk memberikan layanan internet yang prima dengan harga terjangkau bisa tercapai dengan memberikan keringanan kepada operator seluler dalam membayar BHP frekuensi, termasuk dalam metode lelang frekuensi yang nantinya dilakukan pemerintah.

Dengan adanya insentif, lanjut Agung, diharapkan bisnis operator selular dapat lebih berkelanjutan dan tumbuh, serta memiliki kemampuan untuk mengadopsi teknologi baru 5G

“Saat ini pemerintah telah memberikan insentif bagi penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Harusnya pemerintah juga dapat memberikan insentif BHP frekuensi agar operator dapat mewujudkan objektif pemerintah dalam memperbaiki kualitas internet, untuk mengadopsi teknologi baru seperti 5G,” kata Agung, Rabu (25/102/2023). 

Diketahui, berdasarkan data The Speedtest Global Index by Ookla, kecepatan internet di Indonesia sebesar 27,1 Mbps. Kualitas layanan tersebut dinilai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi belum mampu menempatkan Indonesia untuk bersaing dengan negara di kawasan Asia Tenggara. 

Sementara itu, salah satu parameter negara maju adalah kualitas internet yang prima. Saat ini kecepatan internet Indonesia berada di peringkat 98 di dunia. Di kawasan regional, kecepatan internet Indonesia berada di peringkat 9 dari 10 negara anggota ASEAN.

Agung menjelaskan banyak faktor yang membuat kecepatan internet di Indonesia masih tertinggal jauh di Asia Tenggara. 

Pertama, ketersediaan frekuensi yang cukup serta BHP. Dalam penyelenggaraan jaringan bergerak seluler, penggunaan spektrum frekuensi merupakan hal yang sangat vital. Ketika spektrum frekuensi yang dimilikinya terbatas, lanjut Agung, untuk tetap menjaga kualitas layananannya, operator selular harus menambah kerapatan antar BTS.

“Kerapatan ini berdampak terhadap biaya investasi yang dikeluarkan operator selular. Jika frekuensi yang mereka miliki cukup serta affordable biayanya, investasi yang dikeluarkan operator selular dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas internet di daerah lainnya,” kata Agung. 

Dia mengatakan saat ini operator selular juga memiliki beban regulatory cost akibat mereka harus menebus frekuensi dengan harga yang tinggi dari pemerintah. 

Berdasarkan data dari 4 operator besar Telkomsel, Indosat, XL, dan Smartfren di Indonesia diperoleh gambaran tren kenaikan BHP frekuensi setiap tahunnya dari 2013-2022 sebesar 12,10% terhadap gross revenue setelah dihitung secara proporsional. 

Sementara itu komposisi beban BHP frekuensi terhadap pendapatan seluler cenderung meningkat setiap tahunnya, dari sebesar 6,71% pada tahun 2013 menjadi 11,40% pada tahun 2022 atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 6,07%. 

Kenaikan ini menurut Agung salah satunya disebabkan formula perhitungan BHP frekuensi yang dilakukan Kominfo selalu menggunakan acuan angka inflasi.

Berdasarkan benchmark dari Coleago Consulting, komposisi biaya BHP frekuensi terhadap revenue yang akan menjadikan industri tumbuh berkelanjutan adalah berada di bawah 5%. 

Sedangkan komposisi sekitar 5%-10% masih dapat mendorong keberlanjutan industri (industry may be sustainable). Namun jika komposisi regulatory cost tersebut di atas 10% dianggap tidak mendukung keberlanjutan industri.

“Kenaikan besaran PNBP atas penggunaan spektrum frekuensi dirasakan makin memberatkan dan membebani industri,” kata Agung. 

Sebelumnya, Kemenkominfo membuka konsultasi publik atas Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 31 Oktober 2023. Nilai PNBP yang terus naik, menjadi keluhan pemain telekomunikasi. 

RPM tersebut membahas soal indeks jenis pelanggaran pemenuhan kewajiban penggunaan spektrum frekuensi radio dan kewajiban sertifikat alat telekomunikasi dan/atau perangkat telekomunikasi.

Dalam rangka reformasi birokrasi dan simplifikasi regulasi, disamping substansi sebagaimana dimaksud di atas, terdapat peraturan pelaksanaan terkait PNBP Kominfo bidang Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika yang kiranya perlu untuk diperbarui dan digabungkan dalam satu peraturan pelaksanaan, dalam bentuk Permen Kominfo. 

RPM Kominfo dimaksud memuat petunjuk pelaksanaan penetapan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika yang meliputi penerimaan yang berasal dari, penggunaan spektrum frekuensi radio, penerbitan sertifikat alat telekomunikasi dan/atau perangkat telekomunikasi, pengujian alat telekomunikasi dan/atau perangkat telekomunikasi; dan denda administratif.

Untuk penyempurnaan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan atas Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tersebut dilakukan konsultasi publik sampai dengan tanggal 31 Oktober 2023.

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper