Larangan Social Commerce Disebut Untungkan Tokopedia Cs, Bukan UMKM

Crysania Suhartanto
Kamis, 28 September 2023 | 17:15 WIB
Seorang pengemudi pengiriman Gojek mengambil pesanan PT Tokopedia di pusat pemenuhan di Jakarta, Indonesia, pada Senin, 12 Desember 2022. - Bloomberg/Dimas Ardian
Seorang pengemudi pengiriman Gojek mengambil pesanan PT Tokopedia di pusat pemenuhan di Jakarta, Indonesia, pada Senin, 12 Desember 2022. - Bloomberg/Dimas Ardian
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) menilai Peraturan Menteri Perdagangan No.31/2023 yang melarangan adanya transaksi di platform social commerce memberi keuntungan bagi Tokopedia dan e-commerce lain. Sementara UMKM, cenderung dirugikan.

Ketua Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura menilai Permendag tersebut tidak betul-betul menyelamatkan UMKM, melainkan untuk mengamankan e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan lain-lain. 

“Saya sudah mencium itu, yang diuntungkan bukan UMKM tetapi marketplace,” ujar Tesar kepada Bisnis, Kamis (28/9/2023).

Menurut Tesar, e-commerce eksisting paling banyak terdampak dengan kehadiran social commerce, terlebih dengan rencana TikTok untuk investasi sebesar Rp148 triliun guna memperluas pangsa pasar mereka di Tanah Air. 

Dia juga menyoroti UMKM di Tanah Abang. Menurut Tesar, jika yang dipermasalahkan adalah Tanah Abang, kurang relevan karena mereka adalah platform penjualan offline dan memiliki peran yang berbeda dengan online.

Hilangnya social commerce seperti TikTok, tidak akan serta merta membuat mereka bangkit, karena produk mereka akan digerus oleh pemain e-commerce tersisa. 

“Kita buktikan saja, TikTok Shop mati, apakah Tanah Abang ramai, kan tidak. Tidak ada hubungannya,” ujar Tesar. 

Selain itu, Tesar mengatakan UMKM juga rata-rata berjualan secara online di berbagai platform sekaligus, tidak hanya di pelatar TikTok saja. 

Menurut Tesar, sebenarnya banyak UMKM yang juga terbantu dengan kehadiran TikTok Shop, dikarenakan algoritma yang dimilikinya. Hal ini pun membuat barang yang dijual di TikTok Shop akan lebih mudah menyasar para konsumen yang membutuhkan atau meminati barang tersebut. 

Tesar mengatakan, saat ini yang justru paling dirugikan adalah para konten kreator dan sejumlah masyarakat yang membuat usaha layanan TikTok Live.

“Bahkan ada jasa konsultan, studionya semua, sudah habis itu semua. Itu peluang pekerjaan baru sebenarnya. Jadi saya bilang, pemerintah kurang jeli,” ujar Tesar. 

Sebagai informasi, berdasarkan catatan Bisnis (27/9/2023), pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menandatangani Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31/2023.

Peraturan inipun mengatur terkait perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.

Adapun salah satu regulasinya adalah pendefinisian model bisnis social commerce, yang mana social commerce merupakan penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan atau fasilitas tertentu yang memungkinakn pedagang dapat memasang penawaran barang dan/atau jasa. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan model social commerce hanya boleh mempromosikan produk layaknya iklan televisi dan bukan untuk transaksi. 

Pasal 21 ayat 3 menegaskan PPMSE dengan model bisnis social commerce dilarang untuk memfasilitasi transaksi pembayaran dalam sistem elektroniknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper