Social Commerce Meresahkan, Revisi Permendag Diminta Segera Dipublikasi

Crysania Suhartanto
Selasa, 26 September 2023 | 18:28 WIB
Logo TikTok, Spotify, Twitter, dan Instagram/unsplash
Logo TikTok, Spotify, Twitter, dan Instagram/unsplash
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyarankan pemerintah untuk segera merilis revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag), agar dampak negatif yang dihadirkan oleh social commerce menurun. 

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan pelarangan social commerce sebenarnya sudah terlambat. 

Selama dua tahun terakhir sudah banyak dampak negatif dari penggabungan media sosial dengan e-commerce, salah satunya adalah sepinya Pusat Grosir Tanah Abang. Oleh sebab itu, revisi permendag harus segera dihadirkan. 

“Sebelumnya ketika pedagang Tanah Abang yang jual baju mengeluh sepi sudah ada kejanggalan. Logikanya Tanah Abang itu pusat grosir, mau barang dijual eceran di TikTok Shop harusnya tanah abang tetap ramai,” ujar Bhima kepada Bisnis, Selasa (26/9/2023).

Bhima menduga kuat yang membuat Tanah Abang kalah saing dari TikTok adalah karena barang yang dijual adalah barang impor. Oleh karena itu, Bhima berharap revisi Permendag ini dapat melindungi UMKM dari serbuan barang impor.

Lebih lanjut, Bhima juga berharap agar regulasi baru ini dapat melindungi UMKM dari predatory pricing. 

Sebagai informasi, predatory pricing adalah penetapan harga dengan sangat rendah, dengan tujuan menjangkau pelanggan baru, menyingkirkan pesaing, ataupun menciptakan hambatan bagi calon pesaing baru. 

“Jadi meski terlambat pelarangan social commerce seperti Tiktok shop diharapkan mampu melindungi umkm dari serbuan barang impor dan predatory pricing,” ujar Bhima.

Diketahui, berdasarkan catatan Bisnis (25/9/2023) Presiden Jokowi melalui Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pihaknya akan melarang social commerce untuk melakukan transaksi langsung. 

Alhasil, platform social commerce hanya boleh untuk memfasilitasi promosi barang dan jasa. Adapun jika platform tersebut diketahui masih melakukan penjualan, social commerce tersebut berpotensi ditutup. 

Lebih lanjut, sebelumnya pedagang di Pasar Tanah Abang mengeluhkan penurunan omzet sekitar 20-80 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Para pedagang bahkan merasa seperti berjualan di dalam gua sangking sepinya. 

“Sepi sekarang. Sepi kayak lorong masuk goa. Seluruh pasar, Blok A, Blok B, Metro, Blok F, Metro biasa laris aja, sekarang tidak laris,” ujar seorang penjual kemeja di Tanah Abang, Camay.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper