Kemenkominfo Minta SKKL Global Penuhi Kewajiban Investasi, Hindari Praktik Lisensi Boneka

Leo Dwi Jatmiko
Sabtu, 23 September 2023 | 12:10 WIB
Ilustrasi SKKL yang akan dibangun konsorsium Facebook-Google./istimewa
Ilustrasi SKKL yang akan dibangun konsorsium Facebook-Google./istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) meminta penyelenggara sistem komunikasi kabel bawah laut (SKKL) lokal yang bekerja sama dengan pemain Internasional untuk bergabung ke dalam konsorsium dan memenuhi kewajiban minimal 5 persen dari total investasi.

Ketua Tim Jaringan Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Aditya Iskandar mengatakan penyelenggara SKKL harus memenuhi Peraturan Menteri Kominfo No.5/2021 Pasal 13 hingga 19 terkait tata kelola penyelenggara SKKL internasional. 

Dalam pasal tersebut, kata Aditya, penyelenggara SKKL internasional harus bekerja sama dengan penyelenggara SKKL lokal agar mendapatkan landing right atau hak labuh. Mereka juga harus memiliki pengalaman operasi minimal selama 5 tahun dan memenuhi kewajiban pembangunan 100 persen.

Tidak hanya itu, penyelenggara SKKL lokal yang bekerja sama dengan SKKL Internasional harus menjadi anggota konsorsium dan memenuhi kewajiban minimal 5 persen dari total investasi. Dengan investasi minimal 5 persen itu akan memperkuat posisi penyelenggara SKKL lokal dalam Proyek SKKL internasional. 

Sebagai gambaran, ketika perusahaan asing ingin membuat jaringan kabel laut ke Indonesia, mereka harus mengajak operator nasional yang sudah memiliki izin SKKL. Dengan kewajiban tersebut, maka perusahaan nasional memiliki kepemilikan di konsorsium kabel, hasil kerja sama dengan pemain global, sebesar 5 persen atau lebih.

“Tujuannya agar SKKL lokal tidak hanya menjadi boneka atau pinjam lisensi saja. Dengan mereka harus menjadi anggota konsorsium, mereka dapat mengendalikan dan mengoperasikan sistem SKKL yang mereka bangun. Bukti negara hadir dalam badan usaha penyelenggara lokalnya," ujar Aditya, dikutip Sabtu (23/9/2023). 

Aditya juga mengomentari mengenai kabar Proyek Apricot yang bekerja sama dengan NTT Global. Aditya mengatakan Apricot harus berkolaborasi dengan NTT Indonesia bukan NTT Global. Dan NTT Indonesia harus menjadi bagian dari konsorsium Proyek Apricot serta memenuhi syarat lainnya. 

Kemenkominfo, lanjutnya, akan mengevaluasi setiap penggelaran proyek SKLL di Indonesia, mulai dari investasi, perjanjian kerja sama, hingga pemenuhan terhadap peraturan investasi minimal 5 persen. 

“Jika memenuhi syarat dan ketentuan tersebut, maka mereka lolos kriteria,” kata Aditya. 

Sekadar informasi, tercatat pada tahun ini ada tiga proyek SKKL dan satu proyek Kabel Listrik yang ingin melakukan pembangunan di perairan Indonesia. 

Mereka adalah Proyek Echo, merupakan kolaborasi Meta, Google dengan XL Axiata. Proyek Bifrost kerja sama Meta, Keppel Midgard dengan Telekomunikasi Indonesia International (Telin) - anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk. Proyek Apricot kolaborasi Meta, Keppel Midgard dengan NTT, serta Proyek Sun Cable untuk Kabel Listrik.

Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan berada di wilayah strategis Asia-Pasifik, membuat penyelenggara SKKL internasional ingin menggelar jaringan untuk membangun konektivitas internasional. 

Sementara itu Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kementerian Perhubungan Een Nurani Saidah menyoroti mengenai kapal penggelar SKKL. 

Dia mengatakan saat ini masih sedikit kapal-kapal berbendera Indonesia yang mampu melakukan kegiatan penggelaran SKKL. Sementara dalam Azas Cabotage memerintahkan bahwa setiap kapal yang berada di teritorial Indonesia harus berbendera Indonesia.

"Soal Azas Cabotage dan penggelaran kabel bawah laut, tidak semua kapal berbendera Indonesia bisa melakukan hal ini. Tetapi kami memiliki mekanisme untuk mengaturnya," ujar Een.

Menurut Een, mekanisme ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.2/2021 tentang Persyaratan Pemberian Persetujuan Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain di Wilayah Perairan Indonesia yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan Barang.

"Kemenhub memberikan mekanisme untuk penggelaran kabel bawah laut bisa menggunakan kapal asing. Tetapi bila masih bisa menggunakan kapal berbendera Indonesia, ya kami tetap memprioritaskan agar menggunakan kapal Indonesia saja," pungkas Een.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper