Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah komet vulkanik tak biasa yang terbang menuju matahari tampaknya memiliki "tanduk" setelah meledak, sehingga membuatnya bersinar seperti bintang kecil dan memuntahkan "magma" super dingin ke angkasa.
Ini adalah pertama kalinya komet ini terlihat meletus dalam kurun waktu hampir 70 tahun.
Komet yang diberi nama 12P/Pons-Brooks (12P) ini merupakan komet kriovulkanik atau gunung berapi dingin. Seperti komet-komet lainnya, objek es ini terdiri dari inti yang padat, berisi campuran es, debu, dan gas, serta dikelilingi oleh awan gas kabur yang bocor keluar dari bagian dalam komet.
Namun, tidak seperti kebanyakan komet lainnya, gas dan es di dalam inti 12P menumpuk sedemikian rupa sehingga benda angkasa ini bisa meledak dengan dahsyat dan memuntahkan isi perutnya yang dingin, yang dikenal sebagai kriomagma, melalui celah-celah besar pada cangkang inti.
Spaceweather.com melaporkan, pada tanggal 20 Juli, beberapa astronom mendeteksi ledakan besar dari komet tersebut, yang tiba-tiba menjadi sekitar 100 kali lebih terang dari biasanya. Peningkatan kecerahan ini terjadi ketika koma komet tiba-tiba membengkak dengan gas dan kristal es yang dilepaskan dari interior komet, sehingga memungkinkan komet memantulkan lebih banyak cahaya matahari kembali ke Bumi.
Pada 26 Juli, komet telah berkembang menjadi sekitar 143.000 mil (230.000 kilometer), atau lebih dari 7.000 kali lebih lebar dari inti komet, yang diperkirakan berdiameter sekitar 18,6 mil (30 km), demikian ungkap Richard Miles, astronom dari Asosiasi Astronomi Inggris yang mempelajari komet kriovulkanik, dikutip dari laman Live Science, Sabtu (29/7/2023).
Namun yang menarik, ketidakteraturan dalam bentuk koma yang mengembang membuat komet tersebut tampak seperti memiliki tanduk. Para ahli lain juga menyamakan komet yang mengalami perubahan bentuk ini dengan Millennium Falcon, salah satu pesawat ruang angkasa ikonik dari Star Wars, demikian dilaporkan Spaceweather.com.
Bentuk koma komet yang tidak biasa kemungkinan disebabkan oleh ketidakteraturan bentuk inti 12P. Gas yang keluar kemungkinan besar sebagian terhalang oleh lobus yang menonjol keluar pada inti komet, yang menciptakan "lekukan" pada koma yang mengembang.
Ketika gas terus menjauh dari komet dan tumbuh, "bayangan" menjadi lebih terlihat. Namun, koma yang mengembang itu pada akhirnya akan menghilang karena gas dan es menjadi terlalu tersebar untuk memantulkan cahaya matahari.
Ini adalah letusan besar pertama yang terdeteksi dari 12P dalam 69 tahun, terutama karena orbitnya yang terlalu jauh dari Bumi sehingga letusannya tidak dapat diketahui.
12P memiliki salah satu periode orbit terpanjang yang diketahui dari semua komet. Dibutuhkan sekitar 71 tahun bagi gunung berapi mengambang ini untuk mengorbit matahari sepenuhnya, dan selama itu pula komet ini terlontar ke titik terjauh tata surya.
Komet ini akan mencapai titik terdekatnya dengan matahari pada 21 April 2024 dan melakukan pendekatan terdekatnya dengan Bumi pada 2 Juni 2024, di mana komet ini akan terlihat di langit malam.
Namun, 12P bukanlah satu-satunya komet vulkanik yang menjadi perhatian para peneliti saat ini. Selama beberapa tahun terakhir, telah terjadi beberapa letusan dari 29P/Schwassmann-Wachmann (29P), komet vulkanik paling tidak stabil di Tata Surya.
Pada bulan Desember 2022, para astronom menyaksikan letusan terbesar dari 29P dalam kurun waktu sekitar 12 tahun, yang menyemburkan sekitar 1 juta ton kriomagma ke angkasa.
Dan pada bulan April tahun ini, untuk pertama kalinya, para ilmuwan dapat memprediksi secara akurat salah satu letusan 29P sebelum letusan itu benar-benar terjadi, berkat sedikit peningkatan kecerahan, yang menunjukkan bahwa ada lebih banyak gas yang bocor dari inti komet ketika komet bersiap untuk meletus.