Bisnis.com, JAKARTA - Titipku, startup layanan e-grocery, dikabarkan tutup layanan dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
CEO Titipku Henri Suhardja mengatakan kabar tersebut tidak benar. Saat ini, masih beroperasi dan karyawan startup tersebut masih bekerja seperti biasa.
"Titipku tetap beroperasi dan tetap ada tim yang bekerja," ujar Henri, (29/8/2022)
Adapun, pihak Titipku tidak memberikan keterangan terkait kabar terjadinya PHK terhadap karyawannya. Namun pihak Titipku mengatakan akan segera menggelar press conference untuk mengkonfirmasi terkait berita yang beredar.
Pasar bisnis grosir daring (e-grocery) di Indonesia terus menarik minat para startup yang menjadi pemainnya, tetapi tidak semuanya mampu bertahan.
Berdasarkan laporan dari Google, Temasek, dan Bain Company e-Conomy SEA 2021, pasar ekonomi digital di Asia Tenggara mengalami kenaikan hingga 49 persen dari US$117 miliar pada 2020 menjadi US$174 miliar pada 2021.
Komponen penggerak utama aktivitas ekonomi ini adalah dari e-commerce yang mampu tumbuh 62 persen dari US$74 miliar menjadi US$120 miliar pada 2021.
Pasar e-grocery telah berkontribusi lebih dari 50 persen dari semua pengeluaran segmen ritel di Asia Tenggara. Sebanyak 64 persen pengguna internet kini telah membeli bahan makanan secara daring sejak pandemi.
Belum lama ini, Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) menilai masih ada potensi di segmen pasar bisnis grosir daring (e-grocery) meskipun banyak startup pemainnya yang menutup layanan.
Bendahara Amvesindo Edward Ismawan Chamdani menilai seharusnya ada startup yang mengincar e-grocery tidak hanya fokus di permintaan, tetapi pada pertumbuhan.
Dia menilai perlu ada startup yang lebih fokus ke satu sektor komoditas, membangun teknologi scalable agar hasil panen bisa terjamin dari sisi kualitas, jumlah, timing panen, dan lokasi terkait transportasi.
"Ini perlu dilakukan startup agar melihat peluangnya. Sebagai contoh startup fokus ke ecofarming dibangun di ruko tengah kota andalkan penerangan yang dibuat artificial, tapi problem ke ecofarming ini terkait energi yang di-consume. Walau beberapa case belum bisa justified. Beberapa juga memang sudah," ujar Edward kepada Bisnis.com, Jumat (26/8/2022).
Dia pun mengatakan saat ini pasar e-grocery masih sangat berpotensi, hal ini dikarenakan Indonesia memiliki populasi yang besar dan saat ini sulit untuk mencari produk yang segar.