Bisnis.com, JAKARTA — CEO Microsoft Satya Nadella mengungkapkan bahwa sekitar 20% hingga 30% kode dalam repositori perusahaan ditulis oleh perangkat lunak kecerdasan buatan (AI).
Melansir dari Techcrunch, Senin (5/5/2025) pernyataan ini disampaikan dalam percakapan santai bersama CEO Meta Mark Zuckerberg di konferensi LlamaCon yang diselenggarakan oleh Meta beberapa hari lalu.
Ketika ditanya oleh Zuckerberg mengenai sejauh mana AI telah digunakan dalam proses pengembangan perangkat lunak di Microsoft. Nadella menjelaskan kontribusi AI bervariasi tergantung pada bahasa pemrograman yang digunakan.
Dirinya menyebutkan, hasil paling signifikan terlihat pada bahasa Python, sementara kemajuan pada bahasa seperti C++ masih relatif terbatas.
CTO Microsoft, Kevin Scott, sebelumnya memperkirakan hingga 95% kode akan ditulis oleh AI pada tahun 2030. Hal ini mencerminkan keyakinan perusahaan terhadap peran teknologi ini dalam masa depan pengembangan perangkat lunak.
Dalam kesempatan yang sama, saat Nadella melemparkan pertanyaan yang sama kepada Zuckerberg selaku CEO Meta
Akan tetapi, Zuckerberg mengaku tidak mengetahui persis berapa banyak kode di perusahaannya yang dihasilkan oleh AI.
Sementara itu, CEO Google Sundar Pichai juga menyatakan dalam panggilan pendapatan minggu lalu, ada lebih dari 30% kode di Google kini dihasilkan oleh AI.
Namun demikian, belum ada standar yang jelas mengenai cara perusahaan-perusahaan besar ini mengukur kontribusi AI dalam proses penulisan kode, sehingga data tersebut sebaiknya ditanggapi dengan hati-hati.
Microsoft dikabarkan menunda pembangunan data center di Inggris, Australia, dan Amerika Serikat (AS). Perusahaan khawatir terlalu cepat membangun infrastruktur pusat data.
Di sisi lain, kebijakan diterapkan bertepatan dengan tarif timbal balik yang dijatuhkan AS kepada puluhan negara, termasuk Indonesia.
Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menaikkan tarif timbal balik tinggi di puluhan negara memicu kekhawatiran terhadap kestabilan global.
Sumber Bloomberg, Jumat (4/4/2025) melaporkan bahwa Microsoft telah menghentikan pembicaraan atau menunda pembangunan lokasi pusat data di Inggris, Australia, North Dakota, Wisconsin, dan Illinois.
Seorang juru bicara mengatakan Microsoft sebenarnya telah membuat merencanakan pembangunan data center tersebut beberapa lalu, sebelumnya akhirnya berubah pikiran untuk menunda pembangunan, yang mereka sebut sebagai strategi fleksibilitas.
Techcrunch melaporkan pada Februari 2025, Microsoft menegaskan kembali rencana mengalokasikan lebih dari US$80 miliar untuk belanja modal pada 2025, terutama pusat data AI.
Microsoft sebelumnya mengatakan bahwa mereka akan mengalihkan fokus perluasan pusat datanya untuk 2025 dari konstruksi baru ke pemasangan fasilitas yang ada dengan server dan peralatan komputasi lainnya.
Tidak dapat dipungkiri, langkah Microsoft melakukan strategi fleksibilitas bertepatan dengan pengumuman Trump mengenai kebijakan tarif timbal balik terhadap puluhan negara, yang dibalas oleh negara terdampak dengan perundingan ulang atau penerapan kebijakan serupa untuk produk-produk dari AS termasuk di sektor teknologi.