Menakar Resiliensi Startup yang Kepincut Bisnis e-Grocery

Khadijah Shahnaz
Rabu, 24 Agustus 2022 | 19:09 WIB
Ilustrasi/PYMNT
Ilustrasi/PYMNT
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pasar bisnis grosir daring (e-grocery) di Indonesia terus menarik minat para startup yang menjadi pemainnya, tetapi tidak semuanya mampu bertahan.

Berdasarkan laporan dari Google, Temasek, dan Bain Company e-Conomy SEA 2021, pasar ekonomi digital di Asia Tenggara mengalami kenaikan hingga 49 persen dari US$117 miliar pada 2020 menjadi US$174 miliar pada 2021.

Komponen penggerak utama aktivitas ekonomi ini adalah dari e-commerce yang mampu tumbuh 62 persen dari US$74 miliar menjadi US$120 miliar pada 2021.

Pasar e-grocery telah berkontribusi lebih dari 50 persen dari semua pengeluaran segmen ritel di Asia Tenggara. Sebanyak 64 persen pengguna internet kini telah membeli bahan makanan secara daring sejak pandemi.

Namun, pangsa pasar e-grocery masih terlalu rendah dibandingkan dengan offline, baik dari frekuensi maupun nilai transaksi, yakni hanya 2 persen.

Adapun, nilai ekonomi digital di Indonesia pada 2021 mampu mencapai US$70 miliar atau tumbuh 49 persen dibandingkan dengan 2020 yang sebesar US$47 miliar.

Sebanyak 65 persen warganet Tanah Air memilih menggunakan layanan e-grocery dengan alasan membuat aktivitas sehari-hari lebih mudah dan praktis, sedangkan 41 persen mengatakan sudah menjadi bagian dari rutinitas pengguna.

Melihat potensi pasar yang besar ini, perusahaan-perusahaan konglomerat di Indonesia mulai berkecimpung di platform e-grocery. Sebut saja layanan AlloFresh, yang disokong oleh PT Trans Retail Indonesia (Carrefour dan Hypermart). Layanan dari Taipan Chairul Tanjung ini juga bekerja sama dengan e-commerce Bukalapak.

Kemudian, ada Sayurbox juga mendapatkan dukungan dari PT Astra Internasional sebanyak US$5 juta atau senilai Rp72 miliar dan Grup Ciputra melalui emiten teknologi, Metrodata Electronics sebanyak Rp7,12 miliar.

Tak cuma konglomerat, perusahaan pelat merah juga memberikan dukungan kepada salah satu startup e-grocery yaitu TaniHub. TaniHub disokong dari MDI Ventures, anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk sebanyak US$65,5 juta atau senilai Rp942 miliar.

Sayangnya, TaniHub pada awal tahun ini telah menutup salah satu lini bisnis dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. Pada awal Maret 2022, TaniHub menghentikan semua layanan business to consumers (B2C), termasuk menutup gudang di Bandung dan Bali.

TaniHub mengatakan keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan untuk mempertajam fokus dan meningkatkan pertumbuhan melalui kegiatan segmen business to business (B2B).

TaniHub pun mengakui dengan adanya penghentian operasional warehouse di Bandung dan Bali mengakibatkan adanya PHK bagi sejumlah pekerja.

Bukan hanya TaniHub, Brambang yang merupakan startup khusus e-grocery ini mengumumkan menutup layanan layanan jual -beli kebutuhan pokok sehari-hari dan mengganti layanan ke e-commerce elektronik.

Baru-baru ini, Traveloka berencana menutup layanan Traveloka Mart. Ironisnya, layanan tersebut baru saja diluncurkan sejak 6 bulan lalu. Pihak Traveloka mengatakan langkah ini sebagai bagian dari strategi dan prioritas perusahaan.

Secara terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai tutupnya Traveloka Mart dan meredupnya kinerja bisnis e-grocery disebabkan ekosistem yang tidak memadai.

Dia menambahkan ada beberapa pemain besar yang sudah mempunyai ekosistem tersendiri mulai masuk ke layanan e-grocery seperti Tokopedia.

"Ini memberikan persaingan ke e-grocery yang sudah terlebih dahulu ada," ujar Huda, Selasa (23/8/2022).

Bisnis e-grocery, lanjutnya, membutuhkan fokus yang penuh dari pemainnya. Artinya, pelaku harus memiliki ekosistem penunjang yang bisa mendukung bisnis e-grocery tersebut.

Dia mencontohkan Tokopedia yang telah melengkapi dirinya dengan ekosistem pengiriman barang dari Gojek sebagai bagian dari sinergi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk.

Huda berpendapat potensi perkembangan bisnis e-grocery masih sangat menjanjikan. Terlebih, bisnis tersebut memiliki laju tertinggi kedua setelah layanan pesan antar makanan saat pandemi.

Sementara itu, Blibli yang memiliki layanan e-grocery usai Ranch Market dan Farmers Market bergabung ke dalam ekosistemnya mengakui pengembangan bisnis segmen ini tidak mudah.

Chief Marketing Officer Blibli Edward K. Suwignyo menilai pandemi Covid-19 memang mengakselerasi pertumbuhan segmen e-grocery kendati para prakteknya pengembangan bisnisnya tidak mudah.

Edward menuturkan untuk masuk ke sektor ini bukan hanya menjual kebutuhan pokok secara daring namun harus mempunyai nilai tersendiri terkait dengan kualitas yang ditawarkan.

Menurutnya, ada tiga tantangan dalam mengembangan layanan groceries. Pertama adalah rantai pasok atau supply chain.

"Kita kan punya Ranch Market dan warehouse, jadi supply chain bagus harga juga kompetitif," ujar Edward, Senin (30/5/2022).

Kedua, adalah penyimpanan yang baik sehingga barang-barang yang ada terjaga kualitasnya. Ketiga adalah pengiriman yang efisien.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Khadijah Shahnaz
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper