Duh! 1 Miliar Data Pribadi Warga China Bocor di Dark Web

Rahmi Yati
Selasa, 5 Juli 2022 | 12:37 WIB
Ilustrasi pencurian data pribadi./Reuters-Kacper Pempel
Ilustrasi pencurian data pribadi./Reuters-Kacper Pempel
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 1 miliar data penduduk China diduga berhasil dicuri usai seorang peretas menyusup ke database kepolisian Shanghai dan bocor di Dark Web. Kasus pencurian data ini bahkan diklaim sebagai yang terbesar dalam sejarah negara itu.

Melalui sebuah postingan di forum cybercrime online, orang atau kelompok yang mengaku sebagai peretas itu telah menawarkan untuk menjual lebih dari 23 terabyte data yang dicuri dari database, termasuk nama, alamat, tempat lahir, ID nasional, nomor telepon dan informasi kasus kriminal. Peretas itu meminta 10 bitcoin, senilai sekitar US$200.000.

Pendiri dan Chief Executive Officer pertukaran cryptocurrency Binance Zhao Changpeng menuliskan dalam cuitannya bahwa perusahaan telah mendeteksi pelanggaran satu miliar catatan penduduk “dari satu negara Asia,” tanpa menyebutkan negara yang mana. Sejak itu, prosedur verifikasi untuk pengguna yang berpotensi terkena dampak terus ditingkatkan.

Dilansir dari Bloomberg, Selasa (5/7/2022), otoritas Shanghai belum secara terbuka menanggapi peretasan yang diklaim tersebut. Perwakilan polisi kota dan Administrasi Ruang Siber China, pengawas internet negara itu, tidak segera menanggapi permintaan komentar melalui faks.

Sementara itu AS dan negara-negara lain telah berulang kali mengidentifikasi China sebagai salah satu sumber penjahat dunia maya terbesar di dunia, yang mereka katakan menyusup ke sistem atas nama lembaga domestik untuk mencari data berharga atau kekayaan intelektual.

Namun pelanggaran domestik jarang diungkapkan karena kurangnya mekanisme pelaporan yang transparan. Pada 2016, informasi pribadi tentang lusinan pejabat Partai Komunis dan tokoh industri dari Jack Ma hingga Wang Jianlin dikatakan telah diekspos di Twitter.

Pada 2020, media sosial mirip Twitter di China, Weibo mengatakan peretas mengwklaim telah mencuri informasi akun lebih dari 538 juta penggunanya, meskipun data sensitif seperti kata sandi tidak bocor.

Pada tahun ini, sebuah kelompok hak asasi manusia menyebutkan puluhan ribu file yang tampaknya diretas dari wilayah Xinjiang yang terpencil di China memberikan bukti baru tentang penyalahgunaan sebagian besar etnis Muslim Uyghur.

Dugaan insiden terbaru ini sekali lagi menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Beijing karena mengumpulkan data ratusan juta orang sambil memperketat pengawasan konten online yang sensitif. Di bawah hukum Tiongkok, pengungkapan informasi pribadi dapat mengakibatkan hukuman penjara.

Untuk insiden ini, tidak jelas bagaimana tersangka penyerang siber tersebut mendapatkan akses ke server polisi Shanghai. Namun satu dugaan populer yang beredar online di kalangan pakar keamanan siber mengatakan bahwa pelanggaran tersebut melibatkan mitra infrastruktur cloud pihak ketiga.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmi Yati
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper