Bisnis.com, JAKARTA – Era pandemi Covid-19 saat ini membuat hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia memerlukan layanan internet yang bersifat broadband sehingga investasi kabel laut dinilai menjadi makin menarik.
Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan sebagai negara kepulauan, tentunya Indonesia memerlukan banyak sekali kabel laut meskipun investasi dan perawatannya lebih mahal dibandingkan kabel udara atau tanam.
"Dengan adanya pandemi, hampir seluruh wilayah kepulauan memerlukan layanan internet yang bersifat broadband sehingga ini menjadi menarik walaupun saat ini hanya pulau-pulau tertentu yang memiliki last mile optik dari backbone kabel laut," ujar Ian, Rabu (2/3/2022).
Menurutnya, dengan adanya kabel laut, layanan internet broadband akan menjadi nyata dan meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Namun saat ini, lanjut Ian, Telkom masih menjadi perusahaan terbesar yang berinvestasi dalam bisnis kabel laut. Kemudian diikuti operator lain dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Informasi (Bakti) Kemenkomifo dengan Palapa Ring-nya.
"Pemerintah tentu mendukung hal ini agar terjadi pemerataan layanan broadband, termasuk dengan Bakti untuk membangun jaringan sehingga bisnis ini menjadi menarik. Kendalanya, tidak semua wilayah memiliki trafik yang tinggi dan permasalahan di last mile yang memiliki medan yang susah [apakah last mile tetap dengan optik atau radio]," tambah Ian.
Sebaliknya, imbuhnya, investasi luar hanya tertarik untuk SKKL alternatif yang langsung terhubung ke Amerika dengan turun di kota-kota besar. Artinya, secara bisnis pasti menguntungkan karena berapapun adanya bandwidth akan terserap, belum lagi penjualan konten dan aplikasi.
Ian menyarankan seharusnya perusahaan luar bisa menyewa data center di Indonesia sebagai cadangan dan sebaliknya, Indonesia juga menjual konten dan aplikasi.
"Kehadiran mereka harus disertai pembentukan Palapa Ring ke seluruh Indonesia berikut last mile-nya," tuturnya.
Sebelumnya, Meta, raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), menyebutkan investasi kabel bawah laut miliknya telah mendorong pertumbuhan pesat ekonomi terutama untuk kawasan Eropa dan Asia Pasifik termasuk Indonesia.
Secara spesifik di Indonesia, Meta memperkirakan jaringan bawah lautnya mampu berkontribusi meningkatkan PDB Nasional Indonesia hingga US$59 miliar atau Rp846 triliun secara kumulatif terhitung dalam periode 2023-2025 dengan membuka potensi lapangan pekerjaan mencapai 1,8 juta lapangan pekerjaan.
Saat ini, Meta tengah menyiapkan dua kabel bawah laut bernama Echo dan Bitfrost yang diperkirakan tersedia antara 2022-2025 serta mulai beroperasi melewati Selat Luzon dan menjadi kabel pertama yang menghubungkan Jakarta, Indonesia secara langsung dengan Amerika Serikat.
Menurut Ian, kehadiran sistem komunikasi kabel bawah laut (SKKL) Bifrost dan Echo ini diyakini dapat menekan biaya sewa bandwidth internasional hingga 50 persen. Sebab, kedua SKKL ini menghubungkan langsung Indonesia dengan Amerika Serikat tanpa perantara negara sehingga tarif sewa yang diterima bisa lebih hemat.
Tidak hanya itu, SKKL itu juga berpeluang menghadirkan sumber pendapatan baru bagi PT XL Axiata Tbk. dan PT Telkom Indonesia Tbk.