Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran Industri 4.0 di Indonesia membawa angin segar terutama dalam sektor manufaktur yang sejak lama menjadi salah satu pendukung utama penyokong perekonomian negara.
Kemajuan teknologi saat ini bisa mentransformasi kemampuan dan efisiensi industri Indonesia secara drastis serta membantu Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar manufaktur global.
Menurut hasil studi yang dilakukan McKinsey, teknologi Industri 4.0 memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi limbah, menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, serta berpotensi untuk meningkatkan keuntungan produksi dari US$ 216 Milyar menjadi US$ 627 Milyar di kawasan Asia Tenggara.
Namun terlepas dari peluang yang dihadirkan oleh teknologi yang terhubung, tetap ada kewaspadaan dan hambatan dalam pengadopsian Industri 4.0.
Di Indonesia secara spesifik, infrastruktur digital dan literasi digital menjadi kendala utama yang tengah dibenahi dan ditingkatkan oleh pemerintah.
Dengan tantangan-tantangan ini, ditambah lagi ketidakpastian ekonomi dan kehati-hatian perusahaan untuk menanamkan modal dalam jumlah besar ke dalam sistem operasional mereka, maka jelas bahwa tanpa kemudahan adopsi interoperabilitas, hasil dari Industri 4.0 akan sulit tercapai.
Interoperabilitas menurut situs resmi BPS adalah dimana suatu aplikasi bisa berinteraksi dengan aplikasi lainnya melalui suatu protokol yang disetujui bersama lewat bermacam-macam jalur komunikasi, biasanya lewat network TCP/IP dan protokol HTTP dengan memanfaatkan file XML.
Interoperabilitas sangat penting bagi penyerapan teknologi Industri 4.0 di seluruh Indonesia. Hal ini juga terkait dengan agenda pemerintah Indonesia untuk mempercepat dan meningkatkan pemanfaatan serta pengembangan teknologi digital sebagaimana tercantum dalam Peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024.
Tanpa kemampuan untuk mentransformasi sumber data yang besar menjadi wawasan yang dapat digunakan dengan mudah, hemat, skalabel, dan berorientasi pada optimalisasi produksi, maka sulit untuk mencapai transformasi digital dalam ekonomi sirkuler.
Bagaimana Interoperabilitas dapat memfasilitasi Industri 4.0 di Indonesia?
Untuk terus berkembang dalam lanskap bisnis yang tengah mengalami disrupsi, produsen perlu memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan produksi secara mulus di seluruh platformnya.
Di sinilah interoperabilitas berperan, menghadirkan semacam integrasi yang dapat diulang dan diperluas, tanpa memerlukan usaha dan waktu yang memberatkan pihak produsen. Interoperabilitas berarti adanya tingkat konektivitas dan keterbukaan yang tinggi, sering kali dilakukan dengan menggunakan protokol yang sudah ada untuk menyatukan nilai dari berbagai aliran data secara bersamaan.
Perusahaan-perusahaan raksasa manufaktur di Indonesia membeli mesin mereka dari perusahaan yang berbeda-beda dengan standar dan proses yang beragam.
Hal ini berarti analisis data sejak lama sudah terpisah-pisah (silo) dan hal ini merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pengadopsian proses berbasis data untuk mentransformasi sistem manufaktur secara menyeluruh.
Sistem digital yang interoperabel dapat mengintegrasikan berbagai aliran data yang berbeda dari sistem dan jaringan manufaktur yang berbeda-beda untuk menghasilkan tampilan otomasi universal yang menyeluruh (holistik).
Dengan berinvestasi pada sistem interoperabel dan terbuka yang dapat berkomunikasi, mengintegrasikan dan menggabungkan data dari teknologi terdahulu, produsen dapat memperdalam pemahaman akan kinerja bisnis mereka dan membuat keputusan berbasis data yang terkualifikasi untuk meningkatkan hasil dan optimalisasi perusahaan.
Prinsip yang sama juga berlaku pada properti dan pabrik. Pabrikan di Asia cenderung untuk mengelola beberapa fasilitas secara bersamaan, bahkan terkadang lintas negara.
Sistem yang terbuka dan terhubung yang memungkinkan pengelolaan jarak jauh yang lebih mumpuni, analisis data yang terkonsolidasi serta peluang untuk optimalisasi proses dari jauh juga akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi secara signifikan.
Selama Pandemi, Pabrik Pintar Schneider Electric di Batam mampu untuk terus beroperasi secara live karena para teknisi dapat memantau dan mengelola beragam fungsi, sistem dan lokasi secara jarak jauh.
Perangkat-perangkat ini telah membantu mereka untuk mencapai peningkatan sebesar 40 persen dalam pengiriman secara tepat waktu, dan pengurangan beban waktu henti alat sebesar 44 persen dan penghematan biaya energi sebesar 5 persen, terlepas dari tantangan pengelolaan secara jarak jauh.
Dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu karena pandemi Covid-19, para pelaku industri membutuhkan sistem perangkat yang dapat membantu mengukuhkan posisinya kembali di pasar, dan interoperabilitas merupakan kunci penerapan yang cepat dan berhasil.