Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan digital dan finansial teknologi (fintech) diprediksi akan menjadi incaran Alibaba dan Amazon ke depannya.
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tersebut memiliki transaksi dalam jumlah jumbo, sehingga membutuhkan dukungan tempat penyimpanan data dan teknologi yang andal.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura menilai perusahaan perbankan digital dan perusahaan finansial teknologi terus mengalami pertumbuhan.
Untuk perusahaan finansial teknologi, beberapa diantaranya bahkan menyandang status unikorn sebelum tutup tahun. Ajaib, menjadi perusahaan fintech dengan status unikorn pertama di Asia Tenggara setelah meraih pendanaan senilai US$153 juta pada bulan ini.
Perusahaan seperti Ajaib. menurut Tesar, akan menjadi target investasi raksasa teknologi. Investasi dalam bentuk teknologi atau perangkat lunak, yang membuat perusahaan tersebut makin tumbuh, atau membuat kepuasan pelanggan meningkat.
“Perusahaan yang butuh keamanan tinggi juga bisa menjadi target investasi 2 raksasa teknologi itu,” kata Tesar, Minggu (31/10/2021).
Tesar mengatakan bagi perusahaan teknologi yang telah memiliki jutaan transaksi dan lalu lintas data besar, akan berpikir ulang untuk menggunakan layanan pangkalan data lokal.
Perusahaan pangkalan data lokal menggunakan teknologi massal atau yang terdapat di pasar. Teknologi Alibaba dan Amazon berbeda karena dikembangkan secara mandiri.
“Alibaba dan Amazon memiliki racikan sendiri. Teknologi itu akan terasa bagi perusahaan teknologi yang memiliki transaksi jutaan ke atas,” kata Tesar.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO) Teddy Sukardi mengatakan teknologi pemain pangkalan data dalam negeri dengan pemain pangkalan data luar negeri berbeda.
Raksasa teknologi seperti Alibaba dan Amazon, berfokus pada pangkalan data saja. Sementara itu perangkat lunak yang beroperasi di dalamnya menggunakan pihak ketiga, yang juga bisa dikerjasamakan dengan perusahaan lokal.
Dia mengibaratkan seperti sebuah hotel. Hotel yang dibangun oleh warga lokal dan warga luar negeri tidak akan sama.
Kalau orang asing menggunakan kontraktor yang tidak profesional maka jelek hotelnya, dan orang Indonesia menggunakan kontraktor yang bagus bisa menjadi bagusnya hotelnya.
“Jadi Amazon dan Alibaba itu leading company penyedia layanan. Mereka bekerja sama dengan mitra, tidak bisa melakukan sendiri. Setidaknya beberapa mitra yang spesialis di bidang tertentu,” kata Teddy.
Teddy mengatakan keunggulan pemain pangkalan data luar negeri hanya citra, karena sudah terkenal di dunia sebagai penyedia layanan komputasi awan. Meski demikian, Teddy menilai aktivitas penempatan modal dengan memberikan teknologi dan kapasitas pangkalan data sangat mungkin terjadi.
Jumlah pangkalan data yang banyak di Tanah Air, akan menimbulkan persoalan ke depannya dalam hal penjualan kapasitas. Salah satu caranya adalah dengan inbreng.
“Akuisisi dengan syarat menjadi pelanggan sangat bisa terjadi,” kata Teddy.
Pasar Menarik
Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai Indonesia merupakan pasar bisnis digital dan butuh investasi banyak.
Biasanya, kata Heru, raksasa teknologi yang masuk dan berinvestasi akan membawa produk mereka untuk dipasarkan di Indonesia
“Bisnis yang masih terbuka salah satunya adalah pangkalan data. Dimana ke depan kebutuhan akan besar,” kata Heru.
Heru mengatakan pangkalan data merupakan pintu pandora yang akan membuka bisnis lain seperti maha data analistis, nantinya akan masuk ke layanan utama seperti Amazon.
Adapun Ketua Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan pemain asing masuk Indonesia, karena peluang ekonomi data di Indonesia masih sangat terbuka, dan potensinya masih akan tumbuh.
Meski sudah ada pemain domestik, tetap peluangnya masih besar. “Dan mungkin pemain besar asing melihat lebih memiliki competitive advantage, untuk berkompetisi dengan pemain domestik,” kata Sigit.