Ada PPKM Mikro, Ride-Hailing Tak Bisa Hanya Andalkan Antar Makanan

Akbar Evandio
Jumat, 25 Juni 2021 | 14:10 WIB
Pengemudi Ojek Online membeli pesanan makanan yang diorder dari aplikasi di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Pengemudi Ojek Online membeli pesanan makanan yang diorder dari aplikasi di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Startup ride-hailing dinilai tidak bisa berharap dari pendapatan pesan antar makanan dengan pertumbuhan seperti tahun sebelumnya pada kebijakan PPKM mikro kali ini.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan daya beli masyarakat saat ini tidak setinggi pada tahun 2020 sehingga menurutnya setiap pemain harus menyiapkan strategi lain untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan ke depan.

“Sepertinya harus masuk ke bisnis lain yang lebih menguntungkan seperti bisnis jasa pembayaran, dan logistik parsel,” katanya, Kamis (24/6/2021)

Lebih lanjut, dia menjelaskan untuk segmen bisnis logistik parsel, setiap pemain bisa berkolaborasi dengan platform dagang elektronik (e-commerce).

Menurutnya, perusahaan transportasi daring yang sudah terintegrasi dengan layanan e-commerce akan memenangkan persaingan selama pengetatan mobilitas.

“Atau tidak percepat lakukan IPO atau pencarian dana publik untuk menjaga arus kas,” ujarnya.

Tidak hanya itu, dia mengatakan kolaborasi dengan sektor lain menjadi harapan kuat untuk menjaga nafas bisnis di tengah keadaan yang kian tidak pasti, selain bisnis logistik, layanan antar makanan dapat berkolaborasi dengan sektor makanan dan minuman (mamin) dan cloud kitchen.

Senada, mitra di firma konsultan manajemen global Kearney Siddharth Pathak mengatakan dampak ekonomi dari Covid-19 dan preferensi konsumen terus berkembang sehingga perusahaan jasa makanan harus segera melakukan pengaturan dan investasi ulang yang signifikan pada bisnis mereka.

Menurutnya, dengan pengaturan ulang, biaya bisnis dapat dialokasikan sebanyak 30 persen ke dalam model operasi baru, seperti cloud-kitchen, restoran yang baru, atau restrukturisasi.

Alhasil, dia meyakini pengoptimalan tersebut dapat menghemat lebih dari 10 persen biaya bisnis perusahaan yang turut didorong oleh penyesuaian staf, biaya sewa, dan sumber bahan dapur.

“Penghematan ini juga dapat dimanfaatkan guna mendanai digitalisasi dan strategi komunikasi untuk membentuk kepercayaan konsumen dan persepsi brand yang positif,” katanya lewat rilisnya, Kamis (24/6/2021).

Berdasarkan laporan Food for thought: Evolution of Food Services Post-COVID-19 in Asia oleh Kearney pada 2020, pasar layanan makanan di Asia menyusut sebanyak 25—30 persen menjadi sekitar US$952 miliar. Indonesia, seperti halnya India dan Filipina, terkena dampak parah dengan penurunan sebanyak 35—45 persen.

Namun, laporan tersebut mencatat pelaku industri yang justru berkembang pesat di tengah penurunan pasar adalah mereka yang dengan cepat beradaptasi dengan model bisnis berbasis teknologi yang inovatif.

Laporan tersebut melihat pengiriman makanan daring di Asia meningkat sebanyak 30 persen pada 2020. Padahal, pada 2019 bahkan tidak mencapai 20 persen.

Dia meyakini restoran perlu beralih ke model hybrid network atau jaringan hibrida yang menggabungkan toko fisik yang lebih kecil, cloud-kitchen, dan gerai khusus untuk takeaway.

“Kehadiran restoran flagship akan tetap relevan untuk membangun kehadiran brand, tetapi ukuran akan lebih kecil 15 persen karena berkurangnya pelanggan yang makan di tempat. 30 persen portofolio perusahaan juga akan dialokasikan untuk cloud-kitchen,” ujar Shirley.

Untuk bisnis layanan makanan mandiri yang lebih kecil, laporan Kearney menunjukkan bahwa mereka mungkin perlu menutup toko fisik mereka, kemudian beralih sepenuhnya ke cloud-kitchen.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper