Bisnis.com, JAKARTA – Upaya operator seluler untuk menggelar 5G tidak semudah membalikkan tangan, karena mereka wajib melewati tahapan Uji Layak Operasi (ULO) sebelum menjual ke pasar.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan pergelaran ULO untuk 5G tidak bisa sembarangan. Terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi untuk melewati ULO dari pemerintah.
“Untuk adopsi teknologi baru, ULO mutlak harus dilakukan sebelum komersial, agar jaringan bisa dinilai siap atau tidak dalam memberikan layanan pada masyarakat,” kata Heru, Selasa (18/5/2021).
Heru menceritakan saat dirinya masih menjabat sebagai Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2006-2012, untuk teknologi baru, terdapat tiga hal utama yang harus diketahui oleh para operator seluler sebelum gelar teknologi baru.
Pertama, pemerintah menempatkan teknologi di rentang frekuensi mana. Kedua, standar yang digunakan untuk teknologi 5G yang mana atau bagaimana.
“Dan ketiga, dokumen ULO sehingga operator tahu apa saja yang diuji sehingga jaringan bisa dipersiapkan,” kata Heru.
Heru menjelaskan untuk teknologi sebelumnya – teknologi 3G dan 4G -, selain kecepatan, keberadaan minimal Base Transceiver Station (BTS) yang harus dipenuhi, pemerintah juga memeriksa sistem penagihan dan menguji nomor-nomor darurat dari perangkat.
“Seluruh operator saya yakin ingin menggelar 5G, karena 5G adalah keniscayaan, tetapi semua menunggu aba-aba dari Menkominfo,” kata Heru.
Sementara itu, Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan ULO bertujuan untuk memastikan bahwa kualitas layanan yang diberikan oleh operator seluler sesuai dengan yang dijanjikan.
Jika ternyata kualitas yang diberikan tidak sesuai, maka operator tidak lulus ULO dan tidak bisa menggelar layanan 5G. Adapun jika operator seluler tetap memaksakan gelar 5G tanpa lulus ULO maka akan dikenakan denda administratif mulai dari denda hingga pencabutan izin.
“Kalau sekarang sanksinya bisa dicabut izinnya kalau melihat turunan dari Undang-Undang no.11/2020 tentang Cipta Kerja, jika tidak tidak sesuai dengan yang dijanjikan,” kata Ian.
Ian menjelaskan untuk menghadapi ULO 5G, operator seluler dapat menempuh tiga cara yaitu, menggunakan perangkat dan frekuensi yang dimiliki saat ini, menggunakan teknologi dinamis dimana 4G dan 5G dijalankan secara bersamaan, dan terakhir adalah melalui skema kerja sama spektrum frekuensi.
Ian berpendapat tantangan untuk ULO adalah pergelaran ULO 5G di tempat yang padat, agar investasi yang dikeluarkan dapat cepat kembali. Pengguna hape dengan fitur 5G saat ini banyak terdapat di kota-kota besar. Frekuensi yang dimiliki operator seluler juga terbatas, sehingga sulit untuk mencapai kualitas yang maksimal.
“Kalau mau kerja sama mereka harus mendapat izin dahulu dari Menteri dengan segala pertimbangannya,” kata Ian.