Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan berbasis software as a service (SaaS) dinilai menjadi industri yang bisa bertahan seiring waktu.
Namun, ke depan kebutuhan talenta digital harus cukup agar model bisnis tersebut tetap bisa berjalan.
Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) Handito Joewono menilai perusahaan rintisan memang membutuhkan investasi untuk teknologi perusahaan agar dapat memenuhi kebutuhan di lapangan. Dia pun menegaskan permintaan talenta digital menjadi pekerjaan rumah utama.
“Kendalanya [bisnis SaaS] adalah kebutuhan talenta digital. Selain, teknologi digital membutuhkan dana sangat besar, tetapi jika tidak ditunjang pengembangan piranti lunak secara mandiri akan sulit,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (4/3/2021).
Lebih lanjut, dia menilai saat ini inovasi teknologi perusahaan yang bisa diinvestasikan oleh perusahaan setidaknya dapat memenuhi beberapa aspek yang rutin untuk pelayanan pelanggan. Tetapi, menurutnya talenta digital merupakan kebutuhan urgen untuk tahun ini.
“[Jika tidak ada talenta digital] bisa lebih dari 50 persen anggaran perusahaan teknologi tercurah ke komputasi awan, kecerdasan buatan, dan lainnya bila tidak mengembangkan di internal secara mandiri,” ujarnya.
Riset Amazon Web Services, Inc. (AWS) dan firma konsultan bidang strategi dan ekonomi, AlphaBeta mencatatkan hanya 19 persen dari seluruh angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai keahlian di bidang digital. Padahal, Tanah Air membutuhkan 110 juta talenta digital baru untuk mendukung ekonomi pada 2025.
Kondisi ini selaras dengan perkembangan secara global yang dilaporkan Market Watch yang memperkirakan pasar produk SaaS secara global akan tumbuh hingga 21 persen hingga mencapai US$ 117 miliar pada 2022.