Bisnis.com, JAKARTA – Tahun ini dinilai menjadi ajang persaingan ketat perusahaan rintisan berbasis software as a service (SaaS) untuk menjaring pengguna baru
Pendiri Asosiasi Digital Kreatif Indonesia (Aditif) Saga Iqranegara mengatakan kebanyakan perusahaan belum pernah mengadopsi remote working, sehingga aplikasi pendukungnya menjadi sangat penting, terutama untuk koordinasi dan monitoring pekerjaan.
“[Tahun ini] para pelaku akan berlomba untuk merangkul pengguna baru, yaitu pengguna yang belum pernah mengadopsi teknologi HR sebelumnya. Dari pengamatan saya sendiri, masih banyak perusahaan yang belum menerapkan teknologi pada pola kerjanya. Hal ini peluang untuk pemain SaaS,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (18/1/2021).
Saga pun optimis pelaku startup digital dengan model SaaS akan makin banyak sejalan dengan semakin meningkatnya masyarakat yang mengadopsi pembayaran elektronik.
Namun, dia menyebutkan masih ada terdapat tantangan dari bisnis SaaS saat ini, di mana masih terkendalanya dengan mekanisme pengadaan barang jasa model lama.
“Tantangannya adalah SaaS ini masih lebih banyak ke segmen B2C. Untuk B2B dan B2G masih terkendala mekanisme pengadaan barang jasa model lama. Harapannya pola pengadaan barang jasa di Indonesia bisa mengadopsi produk SaaS,” katanya.
Adapun, laporan dari konsultan asing Gartner per Juli 2020 memperkirakan bahwa industri aplikasi awan berbasis layanan SaaS bernilai hingga US$143,7 miliar pada 2022.
Laporan tersebut menyebutkan besarnya potensi tersebut dikarenakan pasca pandemi Covid-19, proporsi belanja teknologi informasi (TI) yang beralih ke awan diprediksi dengan proyeksi mencapai 14,2 persen dari total pasar belanja TI perusahaan global pada 2024.