Bisnis.com, JAKARTA - Para arkeolog menemukan kuburan kuno dari maqbara atau pekuburan muslim, yang berasal dari antara abad ke-8 dan 12 di kota Tauste, Lembah Ebro, sekitar 25 mil (40 kilometer) barat laut Zaragoza Spanyol.
Sisa-sisa menunjukkan bahwa mereka dimakamkan sesuai dengan ritual pemakaman muslim dan menunjukkan sebagian besar kota itu Islam selama ratusan tahun, meskipun tidak ada penyebutan fase ini dalam sejarah lokal.
"Jumlah orang yang terkubur di kuburan dan waktu yang dihabiskan menunjukkan bahwa Tauste adalah kota penting di Lembah Ebro pada masa Islam," kata arkeolog Eva Giménez dari Paleoymás, firma arkeologi yang bertanggung jawab atas penggalian situs, seperti dilansir dari Live Science, Kamis (17/12/2020).
Giménez dan perusahaan Paleoymás dikontrak untuk penggalian terbaru oleh Asosiasi Kebudayaan El Patiaz, yang didirikan oleh penduduk setempat pada 1999 untuk menyelidiki sejarah kota tersebut. Penggalian awal mereka pada 2010 menunjukkan bahwa kuburan Islam seluas 5 acre (2 hektar) di Tauste diperkirakan terdapat hingga 4.500 orang di dalamnya. Tetapi karena dana asosiasi yang terbatas, hanya 46 kuburan yang dapat digali dalam empat tahun pertama pengerjaan.
Giménez mengatakan penemuan terbaru mengisyaratkan bahwa lebih banyak kuburan orang muslim yang dapat ditemukan. “Kami sekarang memiliki informasi yang menunjukkan bahwa ukuran nekropolis lebih besar dari yang diketahui,” imbuhnya.
Kuburan tersebut berasal dari masa ketika tentara muslim dari Afrika Utara yang bersekutu dengan kekhalifahan Umayyah Islam di Damaskus menginvasi tempat yang sekarang dikenal sebagai Spanyol pada tahun 711 Masehi. Pada 718 M, mereka menaklukkan sebagian besar Semenanjung Iberia (sekarang Spanyol dan Portugal) kecuali untuk beberapa daerah pegunungan di barat laut yang tetap menjadi kerajaan kristen independen.
Para penjajah muslim yang disebut "Moor" oleh orang-orang kristen, kemudian berusaha untuk menaklukkan Gaul (sekarang Prancis) tetapi dipukul mundur dalam Pertempuran Toulouse pada 721 M dan kemudian pada Pertempuran Tours pada 732 M, di mana mereka dikalahkan oleh sebuah tentara Frank yang dipimpin oleh bangsawan Charles Martel. Dikatakan bahwa penggunaan kavaleri berat kaum Frank memainkan peran yang menentukan dalam pertempuran tersebut.
Setelah itu, para pemimpin Muslim menetapkan pemerintahan mereka di selatan Barcelona dan Pyrenees, pegunungan yang membelah Spanyol dan Prancis. Lembah Ebro di sekitar Zaragoza, tetap berada di tangan Muslim.
Sementara itu, wilayah yang diperintah muslim kemudian dikenal sebagai al-Andalus mencapai puncak budayanya sekitar abad ke-10 dengan kemajuan dalam matematika, astronomi, dan kedokteran. Dalam beberapa hal, rezim itu relatif fleksibel. Orang yahudi dan kristen diizinkan untuk menjalankan agama mereka jika mereka memilih untuk tidak masuk Islam, tetapi mereka membayar pajak tambahan, yang disebut jizya, dan diperlakukan sebagai kelas sosial yang lebih rendah daripada muslim.
Pemerintahan muslim di Spanyol mulai terpecah setelah abad ke-11, dan kerajaan kristen di utara tumbuh lebih kuat. Emirat Muslim terakhir, di Granada, dikalahkan pada tahun 1492 oleh tentara Castile dalam pertempuran terakhir Christian Reconquista yang dipimpin oleh Isabela dan Ferdinand, ratu dan raja pertama Spanyol. Islam dilarang, dan penganiayaan anti-muslim yang kejam berlanjut hingga awal abad ke-17.
Pengaruh aturan Islam telah diakui di bagian-bagian terdekat dari wilayah tersebut, tetapi sejarah tidak menyebutkan tentang fase Islam di Tauste. Kuburan kuno kadang-kadang digali di kota, tetapi mereka dianggap sebagai korban pandemi kolera yang menewaskan hampir seperempat juta orang di Spanyol pada tahun 1854 dan 1855, kata Miriam Pina Pardos, direktur Antropologi Observatorium Islam Nekropolis Tauste untuk El Patiaz.
Beberapa anggota El Patiaz mencurigai menara gereja abad ke-11 di kota itu berasal dari Islam, kecurigaan terkonfirmasi ketika pemeriksaan menunjukkan bahwa itu dulunya adalah menara dengan arsitektur khas Zagri.
Maka pada 2010, kelompok tersebut memulai penggalian yang dipimpin oleh arkeolog Francisco Javier Gutierrez. Mereka mengetahui bahwa kuburan kuno di Tauste berisi orang-orang yang dikuburkan dengan ritual muslim, dan bukan dalam gaya penguburan massal yang mungkin diharapkan untuk para korban pandemi kolera, kata Pina Pardos.
Misalnya, setiap kuburan berisi tulang belulang satu orang, biasanya diletakkan di sisi kanan sehingga pandangan mereka mengarah ke Mekah, dan masing-masing ditutupi dengan gundukan tanah, kata Gutierrez. Beberapa mungkin juga memiliki penutup kayu yang sekarang hilang.
Kuburan juga menunjukkan ciri khas Muslim lainnya. Guiterrez hanya menyebut mereka cukup besar untuk menampung jenazah, dan orang mati dimakamkan dalam kain kafan putih, terlepas dari status sosial mereka. Sampai hari ini, ritual muslim tidak mengizinkan orang mati untuk dikuburkan dengan barang-barang kuburan, tetapi pecahan keramik yang ditemukan di dekat penggalian sejak 2010 menunjukkan bahwa mereka berasal dari abad ke-8 dan 12.
Sedangkan keberadaan kuburan Islam diketahui dari penggalian sebelumnya. "Yang tidak diketahui adalah dimensi dan kepadatan makam. Itu sudah diharapkan dan tidak terduga pada saat yang sama," tutur Guiterrez
Penemuan terbaru, di satu jalan yang dikenal sebagai bagian dari nekropolis kuno, menunjukkan luasnya pengaruh Muslim di kota selama beberapa abad. Pemakaman itu digunakan terus menerus selama lebih dari 400 tahun. "Ini memberitahu kita tentang populasi [Islam] yang konstan dan mengakar kuat di Tauste sejak awal abad kedelapan," tutup Giménez.