Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah dalam mendorong operator seluler menggelar jaringan 4G di desa-desa yang belum tercakup layanan generasi keempat dinilai sudah tepat.
Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward mengatakan bahwa kebijakan Kemenkominfo yang mewajibkan operator seluler menggelar jaringan 4G di sejumlah desa/keluarahan yang belum tercakup layanan internet cepat sudah tepat.
Dia mengatakan bahwa selama ini izin penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi yang dipegang oleh operator seluler adalah izin gelar jaringan secara nasional. Persyaratan yang diberikan oleh Kemenkominfo sudah sesuai dengan izin yang operator seluler miliki.
“Karena izin mereka berlaku nasional maka pembangunan jaringannya nasional juga. Tidak boleh di sini saja karena menguntungkan, maka izinnya regional kalau mau,” kata Ian kepada Bisnis.com, Jumat (11/12/2020).
Dia mengusulkan selain mendorong operator seluler menggelar jaringan 4G di 3.435 desa yang belum mendapat 4G, pemerintah juga harus menetapkan linimasa pembangunan agar proses pembangunan lebih terukur. Salah satu alasan operator seluler enggan membangun jaringan 4G di desa tersebut disebabkan oleh jumlah penduduk di desa yang sangat sedikit.
Secara ekonomis hal ini kurang menguntungkan bagi operator sebab, nilai investasi yang digelontorkan lebih besar tetapi pendapatan yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan dengan daerah perkotaan.
“Operasional mungkin operator juga agak sedikit keberatan namun kan untuk operasional operator bisa menyewa sehingga lebih hemat. Ini kewajiban dipenuhi saja, tetap untung kok,” kata Ian.
Ian memperkirakan tantangan terberat dalam menggelar jaringan di sana adalah ketersediaan bahan baku untuk membangun infrastruktur telekomunikasi. Diperkirakan sejumlah desa yang akan dibangun 4G adalah desa-desa yang belum tersentuh teknologi telekomunikasi sama sekali.
Oleh sebab itu, perlu dibangun menara terlebih dahulu. Untuk membangun menara telekomunikasi berukuran 25 – 50 meter, kata Ian, operator kemungkinan harus merakit menara sendiri dari awal kemudian diangkut dengan menggunakan helikopter atau kapal laut.
“Yang mahal itu belanja modalnya karena tidak ada bahan-bahan untuk buat menara di sana,” kata Ian.