Bisnis.com, JAKARTA – Ericsson memperkirakan bahwa pada akhir 2020, lebih dari 1 miliar orang atau 15 persen dari penduduk dunia akan tinggal di wilayah dengan cakupan 5G.
Head of Ericsson Indonesia, Jerry Soper mengatakan bahwa di Asia Tenggara dan Oseania, lalu lintas data seluler terus tumbuh secara stabil dengan laju pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 33 persen untuk jangka waktu tersebut.
“Di Indonesia, 5G akan berperan penting dalam mengelola lalu lintas data efisien bagi penyedia layanan serta memungkinkan mereka untuk meningkatkan layanan digital yang telah ada maupun use case seperti video streaming, sports streaming, mobile gaming, dan layanan smart home,” katanya lewat diskusi virtual, Selasa (8/12/2020).
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa empat dari setiap sepuluh pelanggan seluler pada 2026 akan menjadi pelanggan 5G. Perkiraan itu terdapat dalam Ericsson Mobility Report edisi terbaru.
Dia mengatakan bahwa laju pengimplementasian teknologi 5G dalam hal langganan dan cakupan populasi diketahui menjadi yang tercepat dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.
“Pada 2026, sebanyak 60 persen penduduk dunia akan memiliki akses ke layanan 5G, dengan pelanggan 5G diperkirakan mencapai 3,5 miliar, menyumbang lebih dari 50 persen lalu lintas data seluler pada saat itu,” ujarnya.
Sementara itu, dia melihat bahwa di Asia Tenggara dan Oseania, 5G diperkirakan menjadi teknologi terpopuler kedua setelah LTE pada 2026, dengan jumlah pelanggan lebih dari 380 juta dan menyumbang 32 persen dari semua pelanggan seluler.
Ericsson Mobility Report menyoroti mengapa keberhasilan 5G tidak hanya terbatas pada cakupan atau jumlah pelanggan saja. Keberhasilan juga akan ditentukan oleh use case dan aplikasi baru, di mana yang pertama sudah mulai muncul.
Menurut laporan Harnessing the 5G Consumer Potential baru dari Ericsson ConsumerLab, pasar konsumen 5G dapat bernilai US$31 triliun pada 2030 secara global, dengan penyedia layanan komunikasi (CSP) menghasilkan US$3,7 triliun yang dapat meningkat lebih jauh seiring dengan kemunculan peluang baru layanan digital, yang berdekatan.
Adapun, Jerry mengatakan bahwa studi potensi Bisnis 5G di Indonesia menggambarkan transformasi berbasis ICT skala besar yang dihadapi oleh semua industri secara vertikal, memungkinkan pendapatan digitalisasi sebesar Rp44,2 miliar pada tahun 2030, dengan 39 persen nilainya dimungkinkan oleh teknologi 5G. Dari total nilai tersebut, sebesar 47 persen atau sekitar Rp8,2 miliar bisa didapatkan oleh operator.
Menurutnya, penerapan 5G di Indonesia akan memainkan peran penting dalam menciptakan pendapatan bagi penyedia layanan melalui konsumen dan perusahaan, serta mendukung agenda transformasi digital pemerintah.
"Meski begitu, seluruh manfaat 5G tersebut bisa didapat dengan adanya ketersediaan spektrum serta ekosistem yang solid dari sisi teknologi, peraturan, dan mitra industri,” kata Jerry.