Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) menilai kloning ponsel menjadi modus lain bagi pelaku kejahatan digital menyerang korbannya.
Chairman CISSReC Pratama Persadha mengatakan bahwa kloning ponsel secara teknis mengacu pada suatu proses menyalin identitas seluler termasuk nomor International Mobile Station Equipment Identity (IMEI) yang unik pada setiap telepon seluler serta datanya dan digunakan di perangkat lain.
“Inti dari kloning ponsel adalah mengambil alih komando dan juga bisa melakukan aktifitas dari ponsel target. Dengan adanya perkembangan teknologi, akhirnya metode dengan malware banyak dilakukan. Misalnya malware pegasus yang bisa menyusupkan malware lewat Whatsapp dan akibatnya adalah ponsel target berhasil diambil alih diam-diam,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (24/11/2020).
Lebih lanjut, Pratama menjelaskan bahwa modus tersebut memberikan banyak kerugian bagi pengguna. Salah satu tanda paling terasa adalah kuota internet yang lebih cepat habis dan adanya aktivitas berlebihan yang membuat baterai juga cepat habis.
“Pengguna juga bisa melakukan cek log panggilan telepon, bisa jadi ada panggilan yang tidak kita lakukan. Hal semacam ini tidak menyerang masyarakat umum, karena targetnya selalu high profile, bisa pejabat, aktivis bahkan di AS salah satu orang terkaya dunia pemilik Amazon, Jeff Bezos juga sudah menjadi korban,” ujarnya.
Dia melanjutkan bahwa kloning ponsel biasanya dilakukan dengan beragam cara. Salah satunya dengan mengumpulkan informasi dari data pribadi korban dan pelaku selanjutnya datang ke gerai operator seluler, persis seperti kasus jebolnya rekening Ilham Bintang.
Selain itu, dia menyebutkan bahwa kloning ponsel juga mengintai masyarakat akibat membuka website sembarangan yang berbahaya.
Yang lebih ekstrim lagi adalah ketika masyarakat melakukan instal aplikasi berbahaya seperti aplikasi bajakan sehingga ada kerentanan malware masuk. Bahkan dalam banyak kasus, saat membeli ponsel android bekas sudah ada malware yang ditanamkan dan menguras data.
Pratama mengatakan bahwa modus tersebut turut mengancam banyak sektor, terutama sektor keuangan dan fintech.
“Tentu kita berharap UU Perlindungan Data Pribadi segera disahkan, agar negara dan swasta sebagai Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik, punya kewajiban mengamankan sistem dengan lebih baik, salah satunya adalah memastikan perangkat dan nomor SDM terkait aman,” ujarnya.
Dia pun mengimbau bahwa langkah yang efektif untuk mengantisipasi tindak kejahatan kloning ponsel ke depan adalah dengan memperketat registrasi nomor seluler untuk membantu mempersempit gerak para pelaku kejahatan digital.
“Selain itu pemerintah harus menertibkan impor ponsel ilegal terutama ponsel bekas yang sebenarnya adalah limbah namun dipercantik tampilannya. Siapa yang bisa menjamin ponsel-ponsel tersebut tidak mengandung malware, jadi tidak ada,” kata Pratama.