Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) menilai mundurnya pengesahan RUU PDP memberikan ketidakpastian hukum bagi masyarakat.
Chairman CISSReC Pratama Persadha mengatakan bahwa masyarakat yang datanya terus-menerus menjadi korban peretasan penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik (PSTE) tidak dapat berbuat lebih jauh untuk melindungi data pribadinya.
“Menuntut juga tidak bisa. Karena di aturan yang berlaku sementara ini Permenkominfo no.20 tahun 2016 tidak ada pasal bagi masyarakat untuk menuntut PSTE. Maksimal hanya operasional PSTE dihentikan oleh Kominfo,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (12/11/2020).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa dari sisi PSTE juga tidak adanya kepastian, apakah kebocoran data pada sistem mereka ini menjadi tanggungjawab mereka atau tidak, sehingga ini berpengaruh pada nilai saham dan kepercayaan publik.
“Bila saja UU PDP sudah ada, lalu terjadi kebocoran data, maka lewat Komisi Perlindungan Data Pribadi akan ditentukan apakah PSTE bersangkutan bersalah atau tidak,” katanya.
Oleh karena itu, Pratama mengatakan bahwa dirinya sangat menyayangkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) digodok terlalu lama. Padahal aturan ini telah menjadi dibahas sejak 2015 dan direncanakan akan rampung pada November tahun ini.
“Namun, kita juga bisa memahami, jangan sampai ada pasal-pasal yang tidak mengakomodir kepentingan masyarakat dan juga kepentingan PSTE,” ujarnya.
Sekedar catatan, Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dedy Permadi mengatakan bahwa hingga saat ini Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dan Kominfo telah merampungkan pembahasannya hingga Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) ke 12.
“Sebetulnya tidak ada kendala lain [akan pembahasan RUU]. Memang DIM harus dibahas dengan seksama,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (12/11/2020).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa pemerintah tentu memegang prinsip kehati-hatian dalam pembahasan DIM bersama DPR. Hal ini dikarenakan pemerintah menginginkan produk hukum yang berkualitas dalam perlindungan data pribadi.