Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia mengungkapkan kelemahan UU Cipta Kerja pada klaster Pos dan Telekomunikasi.
Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan ada satu kelemahan Omnibus Law dalam klaster Pos dan Telekomunikasi. Beleid tersebut belum mengatur secara perinci mengenai pengaturan spektrum radio untuk penyiaran.
"Contoh, frekuensi untuk penyiaran terestrial dan satelit TV berbayar yang selama ini utilisasinya dan pemasukan ke negara sangat rendah," kata Alamsyah dalam siaran pers, Sabtu (17/10/2020).
Komisioner Ombudsman ini sangat berharap nantinya pemerintah dapat segera mengatur penggunaan frekuensi untuk broadcasting dan untuk broadband.
Dia menuturkan tujuannya agar pemerintah bisa segera mendapatkan digital dividen dari frekuensi yang idle. Setelah UU Cipta Kerja ini disahkan saya berharap pemerintah dapat mengatur tentang alokasi penggunaan frekuensi tersebut di PP.
Kendati demikian, UU Cipta Kerja memberikan amanat kepada negara untuk memastikan terselenggaranya pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi di daerah terpencil, terluar dan tertinggal (3T),
Alamsyah mengatakan beleid tersebut memberikan kepastian pembangunan jaringan telekomunikasi yang selama ini menjadi kendala.
"Di dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan ini, pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi di daerah 3T mendapat perhatian khusus dari Negara," kata Alamsyah.
Menurutnya, dalam UU Cipta Kerja, pemerintah juga mendorong kerja sama pemanfaatan infrastruktur pasif yang adil, wajar, dan non diskriminatif dalam penyediaan layanan telekomunikasi, dengan tetap mengedepankan kesepakatan bisnis dan mempertimbangkan rencana pemanfaatan jangka panjang.