Bisnis.com, JAKARTA- Langkah operator seluler membagikan kartu perdana gratis kepada instansi pendidikan untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dinilai janggal dan berisiko melahirkan persaingan tidak sehat berupa perang harga.
Pengamat telekomunikasi Nonot Harsono menjelaskan konsep distribusi kartu perdana gratis seharusnya dilakukan dengan melihat kondisi pelajar dan tenaga pengajar.
Kartu perdana hanya didistribusikan kepada pelajar dan tenaga pengajar yang tidak memiliki gawai. Artinya, dalam distribusi kartu perdana, harus disertai dengan gawai, sehingga pelajar dan tenaga pengajar mendapat perangkat telekomunikasi utuh, yang dapat digunakan untuk melakukan PJJ.
Adapun skema pemberian gawai ini dapat dilakukan oleh Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan atau melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan telekomunikasi kepada peserta didik dan tenaga pengajar yang tidak mampu atau tidak memiliki gawai.
“Kalau hanya bagi kartu perdana biasa, itu perang harga atau apa? Bisa tambah parah lagi industri telekomunikasi. Industri nanti tidak hanya berdarah-darah namun jadi zombi,” kata Nonot kepada Bisnis.com, Jumat (18/9/2020).
Dia menambahkan kompetisi tidak sehat itu terjadi karena operator seluler saling memberikan kuota internet gratis yang dibalut dalam kartu perdana gratis.
Nonot mengatakan seharusnya Kemendikbud menghentikan aksi bagi-bagi kartu perdana gratis oleh operator seluler karena menyalahi mekanisme.
Dalam proses subsidi kuota internet, menurut Nonot, Kemendikbud seharusnya mendata nomor gawai peserta didik yang berhak menerima bantuan subsidi kuota, setelah itu disinkronisasi dengan operator seluler baru disalurkan kepada peserta didik.