Omnibus Law Tak Berdampak pada Pemerataan Jaringan Telko

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 16 September 2020 | 20:39 WIB
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – PT Hutchison 3 Indonesia menilai bahwa larangan diskriminatif penyewaan infrastruktur telekomunikasi pasif tidak serta merta membuat operator seluler membangun jaringan secara merata dengan menyewa infrastruktur pasif milik operator lain.  

Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah mengatakan bahwa larangan diskriminatif penyewaan hanya berlaku bagi infrastruktur telekomunikasi pasif, yang sudah dilakukan praktik tersebut saat ini.

Infrastruktur telekomunikasi pasif yang diperbolehkan, menurut Danny, adalah menara. Operator seluler saat ini hanya sedikit yang memiliki menara. Rata-rata operator seluler telah menjual menara yang dimiliki dan beralih menjadi menyewa untuk memangkas biaya operasional.

Adapun mengenai infrastruktur pasif serat optik, kata Danny, saat ini masih diperdebatkan statusnya, apakah termasuk infrastruktur pasif atau aktif.

“Tidak berpengaruh banyak terhadap apa yang terjadi sekarang. Menara juga sudah dilakukan [berbagi infrastruktur] dari sekarang,” kata Danny kepada Bisnis, Rabu (16/9).

Sementara itu Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi menilai bahwa jika hanya serat optik saja atau dark fiber maka termasuk infrastruktu pasif. Tetapi, jika sudah dihubungkan dengan perangkat transmisi sehingga bisa menyalurkan data, maka menjadi infrastruktur aktif.

“Fiber kan kabel saja. Belum ada kapasitas atau speednya. Jadi masih pasif. Tapi kalau ujung-ujung terhubung ke perangkat transmisi dan bisa menghantarkan data dengan kecepatan tertentu dan miliki kapasitas tertentu ini disebut aktif,” kata Heru.

Pengamat Telekomunikasi Nonot Harsono menjelaskan manfaat dari berbagi infrastruktur pasif, hanya terasa di wilayah perkotaan karena bisa mengurangi galian, mengurangi jumlah menara, mengurangi gedung-gedung tempat perangkat jaringan, mengurangi tiang-tiang kabel udara dan seterusnya.

“Jika dilanjutkan dengan berbagi infrastruktur aktif, barulah akan sangat besar terjadi penghematan investasi, penghematan devisa, pengurangan defisit neraca perdagangan dan percepatan penggelaran ke area- area yang memerlukan BTS tidak banyak tetapi kapasitas dibuat jauh lebih besar,” kata Nonot.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI memasukan butir pasal mengenai penyewaan infrastruktur pasif ke dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM).

Baleg menyelipkan dua pasal diantara pasal 34 dan 35. Pasal pertama adalah 34A yang intinya memperbolehkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah membangun infrastruktur yang kemudian infrastruktur telekomunikasi pasif tersebut digunakan secara bersama-sama oleh penyelenggara jasa telekomunikasi.

Kemudian pasal 34B berfokus pada skema penyewaan infrastruktur pasif. Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya menyatakan bahwa pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi dilakukan berdasarkan kerja sama ke dua belah pihak secara adil, wajar dan non-diskriminatif.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper