Mastel Kritisi Kebijakan Berbagi Infrastruktur Telekomunikasi pada Omnibus Law

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 16 September 2020 | 16:53 WIB
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mempertanyakan asas adil, wajar dan diskriminatif dalam kebijakan penyewaan infrastruktur pasif yang termuat dalam klaster telekomunikasi pada RUU Omnibus Law.  

Ketua Umum Mastel, Kristiono mengatakan bahwa pokok persoalan pada penyewaan infrastruktur telekomunikasi yang adil dan tidak diskriminatif, terdapat pada pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang dilakukan oleh operator seluler. 

Operator seluler yang memegang lisensi nasional, menurutnya, saat ini tidak membangun infrastruktur telekomunikasi dengan cakupan nasional karena berbagai hal.

Kemenkominfo telah memberikan target kepada pemegang lisensi agar membangun infrastruktur telekomunikasi, tetapi target tersebut tidak tercapai atau tidak terlaksanakan.

“Sehingga kalau ada pemegang lisensi yang membangun infrastruktur lebih banyak daripada pemegang lisensi yang lain, apakah adil diharuskan berbagi kepada pemegang lisensi yang membangun lebih sedikit,” kata Kristiono kepada Bisnis, Rabu (16/9).  

Dia menuturkan seharusnya anggota DPR mempermasalahkan atau mempertanyakan kinerja Kemenkominfo, karena membiarkan pemegang lisensi nasional untuk tidak membangun infrastruktur dengan cakupan nasional.

Dia juga mengkritisi perubahan kebijakan kontribusi Universal Service Obligation (USO) operator seluler, yang berubah dari membangun infrastruktur telekomunikasi menjadi hanya membayar uang dengan nilai 1,25 persen dari total laba bersih untik pembangunan akses telekomunikasi di daerah USO atau daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.

Pemerintah pun, menurutnya, juga tidak berhasil memanfaatkan dana setoran USO tersebut untuk membangun infrastruktur di seluruh daerah USO.

“Akumulasi dari persoalan tersebut kemudian seolah-olah ditimpakan kepada tidak berjalannya infrastruktur sharing dengan model B2B, dianggap terjadi ketidakadilan dan diskriminatif? saya rasa hal tersebut tidak tepat,” kata Kristiono.

Dia menambahkan bahwa dalam industri telekomunikasi global, konsep berbagi infrastruktur pasif itu tidakberjalan baik apabila ada operator yang dominan. Adapun operator yang dominan, kata Kristiono, terjadi karena pemegang lisensi lain tidak membangun infrastruktur secara nasional.

“Jadi adanya dominan operator itu adalah akibat bukan penyebab, sehingga solusinya seharusnya pemerintah yang memfasilitasi melalui dana USO atau konsolidasi industri apabila pemegang lisensi nasional tidak mampu membangun secara nasional,” kata Kristiono.  

Menurutnya, akan timbul ketidakadilan bila yang membangun lebih banyak dan memenuhi komitmen pembangunan diharuskan berbagi dengan yang kurang membangun.    

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper