RUU Ciptaker Bakal Larang Diskriminatif Penyewaan Infrastruktur Telekomunikasi

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 16 September 2020 | 14:53 WIB
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Omnibus Law akan turut mengatur mengenai penyewaan infrastruktur pasif telekomunasi/penyiaran dari yang  sebelumnya bersifat business to business (B2B) menjadi berkeadilan, wajar dan tidak diskriminatif.

Badan Legislasi DPR RI memasukan butir pasal mengenai penyewaan infrastruktur pasif ke dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) 5.665 RUU Omnibus Law.

Baleg menyelipkan dua pasal diantara pasal 34 dan 35. Pasal pertama adalah 34A yang intinya memperbolehkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah membangun infrastruktur yang kemudian infrastruktur telekomunikasi pasif tersebut digunakan secara bersama-sama oleh penyelenggara jasa telekomunikasi.

Kemudian pasal 34B terdapat empat butir ayat sebagai berikut :  (1) pelaku usaha yang memiliki infrastruktur yang dapat digunakan untuk keperluan telekomunikasi wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif kepada penyelenggara telekomunikasi.

(2)Pelaku usaha yang memiliki infrastruktur selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang telekomunikasi dan atau penyiaran, dapat membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud kepada penyelenggara telekomunikasi dan atau penyelenggara penyiaran.

(3) Pemanfaatan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan kerja sama kedua belah pihak secara adil, wajar dan non-diskriminatif.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan infrastruktur pasif diatur dengan peraturan pemerintah.

Mengenai penyewaan infrastruktur pasif sempat terjadi perdebatan. Terdapat anggota dewan yang mengusulkan agar pasal tersebut dibuat norma baru karena penyewaan infrastruktur bersifat B2B, namun ada juga yang berpendapat bahwa harus diatur agar tidak terjadi praktik monopoli.

Adapun, penerapan B2B yang terjadi saat ini pun masih memperlihatkan praktik monopoli yang terselubung karena penyewa dan yang memberi sewa masih terafiliasi.

Dari hasil perdebatan yang panjang, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya akhirnya memutuskan bahwa pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kerja sama kedua belah pihak secara adil, wajar dan non-diskriminatif. Adapun untuk ayat (2) dilakukan sesuai dengan kesepatakan kedua belah pihak.

 “Itu yang saya bacakan dari awal. Setuju ya,” kata Willy dalam Rapat RUU tentang Cipta Kerja Badan Legislasi DPR RI, berapa waktu lalu.

Sementara itu, Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kemenkominfo, Ahmad Ramli menjelaskan bahwa pasal tersebut hanya menekankan mengenai sikap dalam bekerja sama antara pemilik infrastruktur telekomunikasi dan penyelenggara telekomunikasi.

Kerja sama yang terjalin harus dilakukan secara adil, wajar dan non-diskriminatif tanpa membeda-bedakan apakah perusahaan telekomunikasi yang hendak menyewa terafiliasi dengan grup tersebut atau tidak.

“Prinsipnya tidak hanya boleh untuk grupnya saja. Jadi dia tidak boleh diskriminatif Karena tadikan dipertanyakan bahwa ada yang mau kasih ke grupnya sendiri. Kalau nondiskriminatif maka ke semua dia harus buka,” kata Ramli. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper