Program Kuota Internet Gratis, Akses YouTube Bebani Operator

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 14 September 2020 | 17:06 WIB
Guru memberikan materi saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) kepada siswa baru secara daring di SMA Negeri 8 Jakarta, Senin (13/7/2020). Kegiatan MPLS dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di sekolah tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lingkungan sekolah. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Guru memberikan materi saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) kepada siswa baru secara daring di SMA Negeri 8 Jakarta, Senin (13/7/2020). Kegiatan MPLS dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di sekolah tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lingkungan sekolah. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang memasukan akses layanan YouTube ke dalam program kuota internet gratis bagi pelajar dan tenaga pengajar, diyakini dapat membebani operator seluler karena harga sewa lebar pita (bandwith) yang mahal.

Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan tantangan dalam menggunakan aplikasi YouTube dalam menggelar pembelajaran jarak jauh adalah harga bandwith yang mahal, karena harus diakses dari luar negeri.

Ian menuturkan bahwa harga masing-masing operator untuk mengakses layanan tersebut berbeda, tergantung pada negoisasi yang terjalin. Namun secara umum tarif sewa bandwith yang dikeluarkan untuk mengakses layanan YouTube sekitar US$1 atau setara dengan Rp14.950.

Dengan biaya yang besar tersebut, operator seluler mitra program subsidi kuota internet gratis dipastikan bakal terbebani.

“Pasti lebih mahal dibandingkan dengan aplikasi belajar, karena bandwith internasional,” kata Ian kepada Bisnis.com, Senin (14/9/2020).

Sementara itu, Praktisi Pendidikan Karakter Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema mengatakan bahwa program subsidi kuota internet gratis Kemendikbud hanya mampu mengatasi satu masalah yaitu meringankan beban orang tua dalam memenuhi kuota daring untuk belajar jarak jauh.

Padahal, kata Doni, tantangan dalam program pembelajaran jarak jauh sangat banyak. Pertama, transparansi dan penggunaan dana kepada masyarakat agar tepat sasaran.

Kedua, subsidi kuota internet gratis berarti mengabaikan jutaan anak indonesia yang tidak memiliki akses pembelajaran daring. Ketiga, tidak terkait langsung dengan kualitas belajar.

Lebih lanjut, sambungnya, berdasarkan penelitian ISEAS Yusof Ishak Institute, ada 20 persen guru yang tidak terlibat dalam PJJ, dan ada 5 persen anak Indonesia yang tidak belajar, karena tak memiliki akses, gawai, dan pembelajaran lain.

“Ini artinya, ada sekitar 4,5 juta anak Indonesia menjadi generasi yang tidak belajar, dan ini membahayakan perkembangan keilmuan mereka di masa depan,” kata Doni.

Dia berpendapat agar PJJ berjalan optimal, pemerintah harus memberikan petunjuk teknis detil tentang subsidi pulsai. Mekanisme pemberian pulsa harus transparan sehingga anggaran negara tidak salah sasaran.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper