Skema Imbal Hasil Tak Dapat Tekan Biaya Layanan Internet

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 6 September 2020 | 13:18 WIB
Pemandangan daratan dan lautan dari atas menara telekomunikasi yang dimiliki oleh PT Solusi Tunas Pramata Tbk. Sektor telekomunikasi yang moncer selama pandemi covid-19 membuat perusahaan yakin target pendapatan hingga akhir tahun bisa tumbuh 9-10 persen./stptower.com
Pemandangan daratan dan lautan dari atas menara telekomunikasi yang dimiliki oleh PT Solusi Tunas Pramata Tbk. Sektor telekomunikasi yang moncer selama pandemi covid-19 membuat perusahaan yakin target pendapatan hingga akhir tahun bisa tumbuh 9-10 persen./stptower.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Skema imbal hasil yang akan diterapkan pada program infrastruktur Bakti, diyakini tidak akan membuat harga layanan internet di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) makin murah ataupun setara dengan di Pulau Jawa.

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengatakan bahwa daerah wilayah 3T atau daerah USO merupakan daerah yang secara bisnis kurang menguntungkan dengan daya beli masyarakat yang terbatas.

Oleh sebab itu, kata Kristiono, harga layanan internet di kawasan tersebut harus semurah mungkin agar terjangkau oleh masyarakat setempat

Sayangnya, ujar Kristiono, selama ini terjadi ketidakadilan bagi masyarakat di kawasan 3T. Mereka tidak mendapatkan layanan telekomunikasi. Kalaupun ada, kata Kristiono, kualitas layanan yang diberikan buruk dan harga layanannya lebih mahal dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di kota besar.

Kristiono meminta agar dalam menghadirkan layanan di kawasan 3T, orientasi pemerintah dan operator seluler adalah untuk memenuhi kewajiban menyediakan layanan bagi seluruh rakyat dengan adil, merata , berkualitas dan terjangkau.

Adapun dengan skema imbal hasil dalam proyek pembangunan jaringan pengalur dan jaringan akses yang akan dikerjakan oleh Bakti pada tahun ini, menurutnya, langkah tersebut belum efektif untuk menghadirkan harga layanan yang terjangkau,   

“Kalau model penyediaan USO tetapi cara berpikirnya imbal hasil ya pasti saja masyarakat sulit dapat harga layanan yang murah dan itu adalah ketidakadilan yang selama ini terjadi,” kata Kristiono kepada Bisnis, Minggu (6/9).

Dia berpendapat agar harga layanan yang diberikan kepada masyarakat di kawasan 3T lebih terjangkau, seharusnya pemerintah memberikan subsidi paket layanan telekomunikasi.

Pemerintah harus melihat dari aspek manfaat yang diterima masyarakat, bukan dari aspek bisnis. Kristiono menilai dengan hadirnya akses internet maka akan mendorong perekonomian masyarakat dan memperkuat daya beli, sehingga nantinya masyarakat mampu membayar pajak ke pemerintah.

Sekadar catatan, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) berencana menggelar lelang pembangunan infrastruktur telekomunikasi last mile di 7.904 desa, pada Oktober 2020.

Proyek yang diperkirakan bakal menghabiskan dana sekitar Rp21 triliun tersebut, bertujuan untuk melengkapi jaringan yang sudah dibangun operator seluler, dengan membangun infrastruktur telekomunikasi di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) yang secara komersial kurang layak.

Direktur Utama Bakti, Anang Latif menuturkan bahwa hadirnya infrastruktur jaringan pengalur dan jaringan akses Bakti, akan membuat harga layanan di kawasan 3T setara dengan harga layanan di Pulau Jawa. 

 

"Setidaknya setara dengan kita-kita yang ada di Jawa," kata Anang.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper