Bisnis.com, JAKARTA – Rencana Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) membangun jaringan pengalur (backhaul) dan jaringan akses (lastmile) menuai respons positif.
Namun, hal tersebut dapat menjamin bahwa masyarakat di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia dapat memperoleh layanan data dengan harga murah.
Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan bahwa hadirnya jaringan pengalur dan jaringan akses yang akan dibangun oleh Bakti pada tahun ini, tidak serta merta membuat tarif layanan internet di kawasan 3T setara dengan di Pulau Jawa.
Bakti juga perlu memastikan bahwa harga sewa infrastruktur telekomunikasi tersebut memiliki harga yang kompetitif, agar harga layanan yang diberikan kepada masyarakat nantinya juga murah.
“Makin murah harga sewa, korelasinya penurunan ke layanan data juga makin murah. Kecuali operator justru menaikkan persentase marginnya. Itu harus dikawal,” kata Heru kepada Bisnis, Minggu (6/9).
Meski demikian, Heru mengapresiasi rencana pembangunan jaringan pengalur dan jaringan akses di 7.904 titik desa yang akan dilakukan Bakti hingga 2022. Dia harap Bakti dapat menyalurkan lebih banyak desa lagi, mengingat jumlah desa ‘kosong’ internet mencapai sekitara 12.500 desa.
Dia berpendapat bahwa untuk menyalurkan internet ke belasan ribu desa tersebut, dibutuhkan kerja sama antara Bakti dengan operator. Kemenkominfo juga harus bekerja sangat keras karena transformasi digital mengambil peranan penting di era pandemi Covid-19.
“Jadi angkanya perlu ditingkatkan. Termasuk meningkatkan kecepatan akses desa yang masih lelet dan para pelajar harus naik ke atas gunung agar mendapatkan sinyal lebih baik,” kata Heru.
Sementara itu, Direktur Utama Bakti, Anang Latif menuturkan bahwa hadirnya infrastruktur jaringan pengalur dan jaringan akses Bakti, akan membuat harga layanan di kawasan 3T setara dengan harga layanan di Pulau Jawa.
"Setidaknya setara dengan kita-kita yang ada di Jawa," kata Anang.