Bisnis.com, JAKARTA – Seluruh Fraksi dari Komisi I DPR menyatakan setuju untuk pembahasan lebih lanjut terhadap pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta menyampaikan mengutip data BPS di 2020 dan menyebutkan bahwa pengguna internet yang mencapai 171,17 juta atau sekitar 63 persen dari penduduk Indonesia.
Artinya, seiring dengan besar jumlah pengguna, maka makin marak kebocoran dan penyalahgunaan data termasuk data pribadi.
“Berdasarkan statistik kebocoran data secara global menurut Bridge Level Index 75 persen diantaranya adalah pencurian identitas, 13 persen data akses finansial, selebihnya [12 persen] akses akun data, data tempat tinggal, dan sebagainya,” jelasnya melalui rapat virtual, Selasa, (1/9/2020).
Dia menilai bahwa RUU PDP penting untuk diimplementasikan sebagai simbol hadirnya Negara di dalam memberikan perlindungan.
“Namun, data spesifik perlu diperjelas, [aturan] yang meliputi data lokasi, ekonomi, alamat surat elektronik (email), dan budaya serta identitas sosial,” ungkapnya.
Perwakilan dari Fraksi PKS tersebut juga menilai bahwa perlu pendalaman mengenai lembaga pengawas perlindungan data pribadi.
“Apakah memberikan peran kepada Kominfo sebagai instansi pemerintah untuk berwenang melakukan pengawasan bagi pihak yang mengendalikan data pribadi. Atau membentuk lembaga baru yang independen sehingga dapat lebih melakukan pengawasan terhadap seluruh sektor,” terangnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Krisantus Kurniawan mengungkapkan terdapat beberapa pengaturan data pribadi yang berlaku di negara lain.
Dia mengatakan untuk di Amerika Serikat, UU PDP dilakukan secara sektoral, menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sektor dan menempatkannya sebagai hak milik kebendaan.
Sementara itu, di Uni Eropa dilakukan secara terpusat melalui General Data Protection Regulation (GDPR) yang diterapkan di semua sektor. Menurutnya, pengaturan seperti ini yang akan diakomodir dalam RUU PDP [di Tanah Air] ke depan.
Dia juga mengatakan bahwa saat ini terdapat dua model penegakan hukum dari UU PDP, pertama dengan menciptakan otoritas pengawasan independen dan kedua model berbasis kementerian.
“Dari tujuh perjanjian dan standar internasional yang relevan dengan PDP, lima diantaranya mengharuskan adanya pembentukan otoritas pengawasan independen,” tuturnya.
Menurutnya, otoritas perlindungan data independen berfungsi memastikan kepatuhan pengendali dan prosesor data pribadi.
“Peran kunci lembaga ini tidak hanya sebagai pelaksana kebijakan privasi dan perlindungan data tetapi juga dalam hal meningkatkan kesadaran konsultasi dan pengembangan jaringan,” terangnya.
Christina Aryani, Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) pun mengamini perlunya pembentukan otoritas perlindungan data independen terhadap perlindungan data pribadi.
“Perlu ditunjuk dan dibentuk institusi untuk memastikan efektivitas implementasi undang-undang perlindungan data pribadi, agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik, berkeadilan serta berlaku untuk semua pihak baik individu, korporasi, maupun badan publik,” jelasnya.
Menanggapi ragam catatan tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengungkapkan bahwa kebutuhan terhadap pengesahan RUU PDP makin nyata.
Selain RUU PDP, imbuhnya, juga diyakini UU PDP dapat memberikan jaminan rasa aman kepada publik dalam penggunaan beragam platform aplikasi internet.
“Kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan dan persetujuan fraksi-fraksi komisi I DPR RI untuk membahas RUU PDP bersama dengan pemerintah dengan berbagai catatan. Catatan tersebut akan menjadi bahan bagi kami bersama dalam pembahasan RUU PDP ini,” imbuhnya.