Bisnis.com, JAKARTA – Pada masa sekarang ini, langit malam dihiasi oleh indahnya gemerlap bintang-bintang yang juga menjadi sumber cahaya. Akan tetapi, ketika alam semesta masih dalam masa pertumbuhan ada masa ketika galaksi tidak memiliki bintang sama sekali.
Masa itulah yang disebut sebagai masa kegelapan (dark age) alam semesta. Para ilmuwan dari seluruh dunia terus berupaya mendeteksi, mengukur, dan mempelajari sinyal yang ada dari era tersebut, yang diperkirakan berusia 13 miliar tahun lalu.
Kini, para ilmuwan yang dipimpin oleh peneliti dari University of Washington, University of Melbourne, Curtin University, dan Brown University melaporkan bahwa mereka telah mencapai peningkatan hampir 10 kali lipat dari data emisi radio yang dikumpulkan oleh teleskop Murchison Widefield Array (MWA).
Anggota tim saat ini mencari data dari teleskop radio di Australia Barat yang terpencil untuk mendapatkan sinyal dari zaman kegelapan yang tidak terlalu dipahami dengan baik di alam semesta. Mereka menyebut mempelajari periode ini akan membantu menjawab pertanyaan besar yang ada.
Miguel Morales, profesor fisika dari University of Washington mengatakan bahwa sifat alam semesta selama era kegelapan memiliki efek besar pada pembentukan bintang-bintang awal dan menggerakkan struktural alam semesta saat ini.
“Cara materi didistribusikan di alam semesta selama era itu kemungkinan membentuk bagaimana galaksi dan kelompok galaksi didstribusikan hari ini,” katanya seperti dikutip PHYS, Senin (15/6).
Sebelum zaman kegelapan, alam semesta terasa panas dan padat. Elektron dan foton secara teratur saling menjerat, membuat alam semesta buram. Akan tetapi, ketika alam semesta berumur kurang dari 1 juta tahun, interaksi elektron-foton menjadi langka dan membuat alam makin transparan dan gelap.
Para ilmuwan menyatakan bahwa era tanpa bintang berlangsung selama ratusan juta tahun, di mana hidrogen netral berupa atom hidrogen tanpa muatan mendominasi kosmos, “Pada zaman kegelapan, tidak ada sinyal berbasis cahaya yang bisa dipelajari. Tidak ada cahaya yang tampak,” katanya.
Namun demikian, Morales mengatakan ada sinyal khusus yang bisa diteliti. Sinyal itu berasal dari hidrogen netral, tetapi sulit dideteksi karena dalam 13 miliar tahun alam semesta telah menjadi tempat yang penuh dengan aktivitas galaksi, bintang, hingga teknologi manusia.
Sinyal 13 miliar tahun yang dicari oleh tim peneliti adalah emisi radio elektromagnetik, yang dipancarkan oleh hidrogen netral pada panjang gelombang 21 sentimeter. Semesta telah mengembang sejak saat itu, merentangkan sinyal hingga hampir 2 meter.
Sinyal itu diyakini menyimpan informasi tentang zaman kegelapan dan peristiwa yang mengakhiriya. Ketika alam semesta baru berusia 1 miliar tahun, atom hidrogen berkumpul dan mulai membentuk bintang pertama.
Cahaya dari bintang pertama itu memulai zaman reionisasi (the epoch of reionization), di mana energi dari bintang-bintang itu mengubah sebagian besar hidrogen netral menjadi plasma terionisasi. Plasma itu yang pada akhirnya mendominasi ruang antarbintang saat ini.
“Epoch of reionization dan dark age sebelumnya adalah periode kritis untuk memahami alam semesta kita, seperti mengapa kita memiliki beberapa wilayah yang diisi dengan galaksi dan yang lainnya relaitf kosong, distribusi materi, dan bahkan tentang materi gelap,” kata Morales.
Adapun, Murchison Array merupakan alat utama yang digunakan oleh tim, berupa teleskop radio yang terdiri dari 4.096 antena dipol, yang dapat menangkap sinyal frekuensi rendah seperti tanda elektromagnetik dari hidrogen netral.
Namun, sinyal frekuensi rendah seperti itu sangat sulit dideteksi karena ‘suara’ elektromagnetik dari sumber lain yang memantul di sekitar kosmos termasuk galaksi, bintang, dan aktivitas manusia. Akhirnya tim mulai mengembangkan metode canggih untuk menyaring kebisingan.
Pada 2019, para penelit mengumumkan bahwa mereka telah menyaring gangguan elektromagnetik lebih dari 21 jam data Muchison Array. Terus bergerak maju, tim kini memiliki sekitar 3.000 jam data tambahan yang dikumpulkan oleh teleskop tersebut.
Kini para peneliti dari berbagai kampus itu terus berupaya untuk menyaring gangguan yang ada untuk lebih dekat dengan sinyal dari hidrogen netral, yang nantinya akan mendekatkan manusia terhadap pemahaman pada masa kegelapan alam semesta.